Saturday, June 28, 2008

Biji Bumi

Perahara Biji Bumi

Aku tahu sebentar lagi langit akan gelap gulita
Dan aku paham malam ini aku tidak akan nikmati cahaya lampu
Apa lagi bintang, bulan dan binatang malam
Tapi bukan itu yang membuat ragaku terjaga
Hati telah di tidurkan terlalu lama berbincang dosa
Tanpa menemukan titik balik pencerahannya
Semakin bingung rasanya hidup di negeri seratus biji
Tertanam dan pasti akan tumbuh subur
Sebab setiap tanah ini adalah kehidupan yang memuaskan
Ah…pikirkan saja bijimu dan bukan bijiku

Bijiku tersusun rapi dalam acara agenda yang sibuk
Jalan sana jalan sini sedih mesti berpisah
Atau tulis saja biji ini di atas lembaran daun kering
Kan terbang terbawa angin sampai tujuan
Walau tidak dapat menghitung-hitung jumlah keuntungan
Ini bukan biji yang di perebutkan banyak orang
Ini biji kehidupan!
Siapa mendapatkannya maka akan mendapat kursi jabatan
Tentu….di mata Tuhan bukan di mata manusia bodoh sepertimu

Biji-biji itu tiba-tiba tumbuh mengumpal jadi daging
Begitu keras tapi hati ini lunak terpendam

Ku kejar kau di ujung gelap malam
Di ketingian puncak jayawijaya
Di kedalaman samudra hindia
Di kejauhan angkasa nirwana
Barat, timur, selatan, utara

Biji ini akan ku siram setiap hari
Biar wangi semerbak membuahi

Bukan biji kursi yang enak di duduki
Dengan buah-buah segar dan padat berisi


14/06/08
Kebangkitan Nalar Spiritualitas Di Era Posreligius

Kebangkitan Nalar Spiritualitas Di Era Posreligius


Islam merupakan agama kesempurnaan, tidak ada penderitaan, kesusahan dan kesulitan dalam menjalankan kehidupan ini, kecuali seseorang yang telah menganiyaya dirinya sendiri untuk hidup menderita. Setiap umat Islam di perintahkan untuk selalu mendekatkan dirinya dengan Tuhanya sebagai bentuk kehambaan dan tidak memiliki daya dan upaya tanpa kebesaran-Nya. Inilah spiritualitas ajaran suatu agama bahwa di dalam realitasnya manusia tidak hanya memiliki kekuatan material namun juga kekuatan batin. Manusia digambarkan sebagai binatang yang berfikir (hayawanu an natiq) secara subtansial sebagai mahluk materi, pada satu sisi manusia juga sebagai mahluk spiritual yang di karuniai Qalb. Tetapi mengapa manusia mengalami dehumanisasi dan thingking destruction serta kehilangan makna hidup!

Sebuah Realitas Postmodern
Pada realitas hidupnya sekarang ini manusia telah mengalami dilema pada dirinya, diversitas kekuatan diri lenyap karena sekarang ini cenderung berjalan pada wilayah material. Inilah Era postkapitalis yang telah mendukung penyebaran nilai-nilai barat, perubahan sosial dan perilaku keagamaan yang terjadi akibat westernisasi tanpa meyaring nilai-nilai budaya lokal dan ajaran Islam, dimana gaya hidup manusia dengan praktek budaya dan agama sudah mulai tergerus dengan nilai-nilai barat yang begitu sekuler. Pada dekade berikutnya akankah eksistensi manusia bertahan seimbang, dimana globalisasi pasar dengan penyebaran informasi telah menyebarkan faham-faham liberal dengan pendikotomian antara agama dan dunia.

Sistem yang sekarang ini dibangun di setiap negara adalah sistem ekonomi yang hanya berorientasi pada pasar, sehingga setiap kebijakan yang di ambil bertujuan pada kebijakan pasar dunia sehingga tatanan sistem ekonomi dunia lebih condong pada wilayah kapital. Kalaupun perlu di setiap negara yang baru berkembang di tawari program ekonomi, recovery economy, liberalisasi perdaganagan (commerce liberalization), structural adjustment, program yang sebenarnya tidak dapat memulihkan sistem ekonomi suatu negara. Keterlibatan lembaga-lembaga Bretton Wood seperti Bank Dunia (world bank), World Trade Organization (WTO) dan IMF dan kelompok G-7 dalam kehancuran ekonomi negara-negara berkembang dan negara miskin cukup besar. Lembaga yang seharusnya membantu memulihkan kondisi ekonomi suatu negara dengan saluran dana keuangannya, akan tetapi malahan sebaliknya menjadi tangan panjang dari kepentingan-kepentingan ekonomi negara-negara maju terutama Amerika Serikat.

Neoliberalisme dengan struktur kapital telah mendorong secara radikal tatanan pemerintahan negara dari aspek budaya, ekonomi dan politik serta perilaku manusia yang semakin menjauh dari nilai-nilai Islam. Malalui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi disebarkan gagasan neoliberalisme yang berakar pada pandangan tentang manusia ideal yaitu manusia rasional liberal dengan tujuan akhir pada individualisme. Pandangan ini didasari atas kepercayaan terhadap kemampuan akal manusia yang dapat mengubah seluruh tatanan alam maupun norma masyarakat.

Suatu hal yang tidak dapat dihilangkan bahwa manusia adalah mahluk dinamis (human balance) sebagai mahluk material dan immaterial. Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri dunia terasa semakin sempit dan fenomena manusia yang telah mengalami dekadensi moral. Perilaku sosial yang terjadi di kemasyarakatan semakin menjadi wabah penyakit yang siap menghancurkan generasi Islam.

Perilaku kehidupan pada era informasi ini juga telah merambah kehidupan domestik di setiap negara yang mayoritas Islam. Maraknya kasus-kasus perceraian, pengunaan obat-obat terlarang, depresi, psikopat, skizofrenia dan bunuh diri yang di sebut oleh Frijof Capra sebagai “penyakit-penyakit peradaban”. Ternyata perkembangan sains dan teknologi yang spektakuler pada abad ke 20 ternyata tidak selalu berkorelasi positif dengan kesejahteraan umat manusia, ini di sebabkan pandangan pemikiran posmodern yang cenderung positivistik.

Pendidikan Spiritual Di Era Posreligus
Postreligus adalah wilayah di manusia telah mengalami kebosanan akibat sistem yang cenderung kapital orientasi duniawi lebih di unggulkan tanpa tahu hakikat kehidupan yang sebenarnya, kebangkitan keagamaan dan rindu akan nilai-nilai spiritualitas. Ungkapan Friedrich Wilhelm Nietzsche “god is dead”, Sigmund Freud “agama adalah candu”, inilah tafsir ulang yang perlu dikaji bahwa agama telah membawa dampak pengkikutnya yang mengalami kelemahan spirit. Akibat benturan peradaban positivistik akibat bangunan epistemologi Decretesian dan Newtonian inilah posmodern telah membawa berbagai dampak untuk melemahkan fungsi dan tujuan manusia hidup. Peradaban kapital yang menempatkan manusia berdasarkan rasionalitasnya dalam berfikir yang membawa efek pada pemikiran yang cenderung pragmatis.

Penyakit-penyakit peradaban akibat epistemologi positivistik yang menimpa manusia pada akhirnya lari dan kembali kepada ajaran agamanya dengan dalih bahwa agama akan menjadikan ketenagan batin akibat dari peradaban kapitalis. Dari sinilah pijakan yang menjadi dasar mengapa manusia mengalami keterasingan dan split personality dan ingin kembali kepada kearifan timur (learning wisdom east).. Maka untuk mewujudkan manusia yang ideal perlu rekonstruksi filosofis dalam menerapakan pendidikan spirutual sebab biar tidak terjadi pendekotomian pendidikan.

Dari berbagai fenomena sistem ekonomi liberal, manusia liberal rasional dan tujuan hidup berorientasi duniawi. Di perlukan paradigma filosifis untuk mewujudkan pendidikan spiritualitas akibat goncangan penyakit peradaban yang telah di alami manusia dan kearifan timur sebagai pencerah cahaya terang dengan landasan bahwa manusia ideal adalah manusia yang mengoptimalkan fitrah dan potensi yang dimiliki, rekonstruksi filosofinya yaitu:
Pertama, landasan epistemologi, manusia di karunia keistimewaan dari mahluk lain berupa nafsu, akal dan hati yang perlu di didik optimal dalam proses pendidikan dengan konsep tauhid yaitu tahuid ulluhiyah, rububiyah, mulkiyah dan rahmaniyah agar memiliki sikap rasional kritis, kreatif, mandiri, bebas dan terbuka, bersikap rasional empirik, obyektif empirik, obyektif matematis dan profesional dengan tetap pada nilai-nilai kekhalifahan individu dan sosial kemasyarakatan. Hubungan tiga dimensi yang selalu satu padu Tuhan, alam dan manusia, tidak ada keterlepasan satu unsur yang akan mengakibatkan kebuntuan dalam menjalankan tanggung jawab dan amanah.

Kedua, landasan ontologik, bahwa sistem liberalisme yang telah mengerogoti sistem kemasyarakatan dan individu yang mengalami depresi rasionalitas. Masyarakat yaitu sekumpulan individu yang terdiri dari berbagai agama, ras, etnis dan budaya yang kemudian di istilahkan dengan pluralistik. Pada dasarnya secara ontologik sistem kemasyarakatan yang pluralistik ini rentan dengan konflik-konflik sosial, karena di dalam tubuh kemasyakatan terdapat keberagaman (internal diversity). Dari sinilah bangunan pendidikan spiritual dapat memfungsikan peran manusia dalam interaksi sosial kemasyarakatan bukan koniksi yang menjadi dasar akan tetapi lebih pada sikap (value) dan perilaku (psikomotorik). Keberagaman merupakan firah maka moral dan etika hidup perlu dijalankan seimbang dan menjalin sikap keterbukaan. Landasan inilah yang akan mendorong manusia unggul di sikap spiritualitas value dan profesionalisme sesuai kaidah moral.

Ketiga, landasan aksiologik. Aspek keberagaman inilah yang akan membangun pondasi peradaban baru dimana tidak ada kesenjagan sosial antara individu satu dan yang lainya, miskin dan kaya. Dalam konteks kehidupan global sikap saling tolong menolong dan toleransi akan membawa kehidupan yang saling membutuhkan bukan seperti sistem kapitalisme dengan memberikan bantuan namun malahan menjadi beban baru pada kondisi ekonomi. Manusia akan mengetahui hak dan kewajibanya serta menghargai hak asasi manusia dan sikap demokratis.

Situasi dunia yang telah di hegemoni oleh kapitalisme, membuat manusia mengalami gejolak batin, penindasan dan keadaan alam yang marah karena dirinya telah dianiyaya. Melalui landasan filosofis diatas akan dapat mengetahui seberapa besar jiwa manusia untuk Tuhanya, alam dan manusia sekitarnya (muamalat). Prinsip persamaan, bahwa Allah telah menciptakan umat yang satu untuk membangun kejahteraan bersama di perlukanlah kesadaran individu dan sosial. Prinsip keadilan ekonomi, bahwa setiap manusia harus mengetahui di mana ia hidup dan siapa disekitarnya, Asghar Ali Engineer menegaskan kepada seseorang untuk memberikan sebagian hartanya kepada orang yang membutuhkan apabila ia telah mampu mencukupi kebutuhan pokoknya. Prinsip pembelaan kaum mustad’afinl, manusia berbudi yaitu manusia yang selalu bersahabat dan dekat dengan kaum lemah (dhuafa) atau kaum tertindas (mustad’afin).

Semoga tercapai untuk membangun kembali manusia-manusia ungul (insan kamil) yang memiliki kelebihan kapasitas spiritualitas dan tidak melupakan aspek intelektualitasnya. Mengetahui fungsi hidupnya bahwa tujuan tertinggi manusia adalah menjadi orang yang bertakwa dekat dengan Tuhannya untuk mendapatkan ridho-Nya. Seyogyanyalah pendidikan spiritualitas diterapakan untuk membagun generasi Islam tanpa diversitas epistemik.

Tuesday, June 24, 2008

pendidikan nilai keberagamaan


BERTEPATAN hari kelahiran pancasila yang jatuh pada hari minggu tanggal 1 juni 2008, kita di kejutkan dengan tragedi benturan fisik di monas (monumen nasional) kemudian di kenal dengan istilah tragedi monas. Kejadian ini terjadi antara dua kubu aktivis Aliansi Kebangsaan Untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang menolak SKB (Surat Keputusan Bersama) pembubaran Ahmadiyah dengan Komando Laskar Jihad (KLI) melalui organisasi induknya Front Pembela Islam (FPI) yang menuntut Ahmadiyah dibubarkan.

Kekerasan ini terjadi akibat perbedaan persepsi antara dua kubu yang kemudian terjadi tindak penyerangan masa aktivis FPI terhadap masa AKKBB yang di anggap membela ajaran sesat Ahmadiyah, sebab dalam pandangan FPI dan sesuai dengan fatwa MUI bahwa keyakinan ajaran Ahmadiyah adalah sesat terdapat penyimpangan kepercayaan yang menggangap Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi terakhir. Sejumlah aktivis AKKBB mengalami luka-luka akibat serangan berontak FPI yang mengunakan berbagai alat kekerasan dari bambu hingga batu.

Reaksi kekerasan inipun pada akhirnya memunculkan konflik internal keberagamaan, antara yang mendukung dan yang menolah pembubaran Ahmadiyah, parahnya lagi fenomena ini sampai berujung pada adu domba FPI dengan NU. Akan tetapi fenomena ini akan semakin mengkristal pada konflik antar keyakinan adanya tindak kekerasan yang di lakukan aktivis FPI akibatnya akan terjadi perbenturan dalam berkeyakinan dan tidak adanya kebebasan berkeyakinan. Padahal secara alamiah tindakan kekerasan adalah tindakan yang melanggar hukum dan pengadilan masa yang seenaknya mengadili melalui tindak kekerasan jelas sangat melangar hak asasi manusia.

Pada wilayah eksternalnya maka akan terjadi pemberontakan agama yaitu pertarungan dalam meyakini agamanya melalui organisasi kemasyarakatan baik NU, Muhammadiyah, Hizbut Tharir, Salafy dll. Sebenarnya yang perlu di kritisi bukannya masalah keyakinan keberagamaan akan tetapi tindakan yang tidak menghargai atau toleransi dan tindak kekerasan yang di lakukan serta klaim kebenaran keberagamaan.

Maka di perlukan penanganan serius konflik internal keberagamaan biar tidak menjalar pada arus klaim kebenaran keberagamaan dan perpecahan bangsa. Karena setiap pemeluk agama berhak meyakini apa yang menjadi keyakinannya dan tidak ada pengekangan dari pihak manapun. Jadi untuk menyelesaikan konflik kekerasan dan klaim kebenaran keberagamaan tersebut perlu penanganan yang serius.

Pertama, dari pihak pemerintah dan MUI (Majelis Ulama Indonesia) secara tegas mengatur sistem sosial keagamaan tentang pemahaman kontradiktif Ahmadiyah dengan fatwa ajaran sesat dan menyesatkan maka jangan plin plan dalam mengambil keputusan serta mencari hal solutif yang terbaik bagi umat Ahmadiyah supaya mendapatkan perlindungan hukum. Pihak kepolisian harus meningkatkan kinerjanya di bidang hukum.untuk segera menuntaskan insiden kekerasan yang di lakukan FPI terhadap AKKBB melalui penegakan hukum yang berlaku di negara ini demi kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Sebab ajaran kekerasan adalah ajaran yang tidak sesuai dengan budaya yang berlaku di negara ini dan akan mecoreng citra bangsa di mata internasional, karena kekerasan akan menghasilkan dendam berkelanjutan.

Kedua, saatnya kita menyongsong pendidikan nilai yaitu tiga hal pokok tentang kebenaran, kebaikan dan keindahan. Pada konteks kebenaran setiap orang di beri mandat kebebasan untuk meyakini ajaran agamanya serta landasan pancasila negara Indonesia dengan ke-bhinekaanya (pluralitas). Memang dalam faham ideologi liberalisme yang meyakini bahwa agama harus di pisahkan dari urusan agama (sekulerisme).

Maka seyogyanya sikap toleransi kebenaran keberagamaan ini harus di junjung tinggi oleh setiap penggikut ajaran agama, setiap warga negara Indonesia wajib diberi kebebasan dan perlindungan dalam kebebasan keberagamaan, tidak pada tindakan kekerasan kebebasan, anarki dan fanatikisme sempit yang tidak sesuai dengan idiologi demokratisasi di negara ini. Kebaikan terlahir dari sikap, perilaku dan kebiasaan pada aturan nilai yang berlaku di masyarakat yaitu melalui pendidikan nilai keberagamaan ini agar di capai kesepahaman untuk saling menghargai antar pemeluk agama dan bukanya tindak kekerasan karena kebaikan bukan di dasarkan pada pertikaian dan perpecahan.

Setiap umat manusia tentu ingin menemukan keindahan yang berarti dalam hidup ini maka pendidikan nilai sebagai alternatif untuk tidak menciptakan konflik yang berkepanjangan dan setiap masalah harus segera di selesaikan. Setiap pemeluk agama ingin bebas dan damai dalam menjalankan ritual agama, kesadaran nilai keindahan ini akan berujung pada tindakan kesalehan sosial untuk saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama. Marilah sebagai umat yang berkeyakinan agama dapat merenungkan hasil cipta, karsa dan karya manusia untuk membangun kembali peradabaan baru dengan persatuan dan kesatuan.

Tragedi monas ini semoga menjadi pelajaran yang sangat berarti bagi kita, bahwa kekerasan bukanlah solusi alternatif. Sistem hukum di Indonesia setidaknya dapat di tegakan dengan tegas atas kejadian internal kebagsaan ini dan menjadi pokok penyelesaian yang terakhir oleh pemerintah supaya tidak terjadi tindak kekerasan lagi. Maka dari tragedi monas ini kita bisa menjunjung kembali pendidikan nilai melalui penyelesaian bersama dengan rasa kekeluargaan lewat musyawarah bersama antar umat beragama, organisasi kemasyarakatan dan pemerintah.

Friday, June 13, 2008

Bolehkah Aku


Bolehkah Aku


bolehkah aku mengatakan

bahwa aku punya cita-cita
namun aku bicara agan saja
karena apakah mungkin
aku sekarang…
tidak duduk di bangku sekolah
bolehkah aku berbicara
bahwa aku punya hak
tetapi itu hanya kenaggan
apakah bisa…
masih banyak orang seperti aku
tidak rasakan nikmat belajar
bolehkah aku bertanya
bahwa aku punya kepentingan
bagaimanapun aku terdiam
mengapa banyak gedung bertingkat
sekedar membaca dan menulis
di bawah jembatan aku menatap


Kembalikan Alam Rayaku
Aku tinggal di negeri republik yang tak aku mengerti
Aku tidak bisa melukis burung dan temannya di awan biru di langit ke tujuh Ingin langit aku jadikan kanvas penuh warna warni layaknya pelangi
Tintanya adalah nyanyian alam yang bersenandung mesra di kehijauan Namun kuasnya telah merusak bulu-bulu halus itu Alamku sudah tak berumur dan tak terhitung waktu Tetapi alamku telah melukai diri dengan panah yang menacap Membuat laut, gunung, air dan batu mulai tak betah untuk tinggal Bayi-bayi berdansa pada angan di ujung derita Ini negeri yang tak dapat di mengerti Keserakahan menjadi idiologi kebenaran tak di hargai Kejahilihan telah muncul di balik bukit Anak-anaknya mulai berkerumun bicara keadilan Di temuinya hanya berpesta pembakaran ikan di pojok sawah Matanya menonton bangkai yang berserakan tanpa nama Gergaji dan pukat telah aus karena di gunkan terus Dan api terus melalap rumahku dan tangisan terus berirama
Dan airpun telah menegelamkan impian indahku Kini alamku sudah bosan dengan riwayat hidupnya Aku berjalan di negeri yang di kelilingi pantai Namun aku temui ombak yang akan menelanku hidup-hidup
Aku langkahkan kakiku ke hutan, ku temui hanya sampah yang berserakan Derai tangis hujan teriakan untuk menghanyutkan Dan para korban menanti bantuan di pengungsian Siapa mengiring gelap dalam pekat bumiku
Mereka yang harus bertangung jawab! Yaitu manusia-manusia yang tak sadara ekologinya Di sini di benarkan di sana di salahkan Tanpa tahu aturan kemerdekaan alam raya Dan mereka telah merusaknya dengan seenak udelnya Bagaimana aku bisa bersajak tentang semestaku Jika mulut dan tanganku di ikat begitu kencangnya
Dan aku berharap alamku kembali seperti sedia kala
Oleh Lukni Maulana (Teater BETA and sanggar ILCI (Ilmu dan Cinata))