Monday, December 29, 2008

Hijrah dan Perubahan Diri

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi Ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh Telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An-Nisa: 100)


Hijrah merupakan moment monumental yang digoreskan Nabi Muhammad. Hijrah secara etimologi berasal darai kata “hajara” yang memiliki arti menghindar atau berpisah. Sedangkan secara trimonologi memiliki makna sebuah peristiwa besar yang dilakukan Nabi Muhammad berupa perjalanan dari Makkah ke Madinah (dulu ”Yatsrib”). Perjalanan yang dimaksud disini merupakan perpisahan peradaban di Makkah yang banyak fitnah dan kebohongan, perpisahan ini untuk mengihindari hal yang buruk, tidak benar, dan segala hal yang tidak di ridhoi Allah.

Kota Yatsrib menjadi tujuan hijrah dikarenakan masyarakatnya yang memiliki toleransi dan menghargai kaum lain. Dalam perjalanan menuju Madinah, kemudian Nabi, Sahabat dan Rombongan ditolong penduduk setempat. Sikap penolong penduduk Madinah inilah yang kemudian masyarakatnya disebut dengan ”kaum anshar” (penolong). Dari pertolongan inilah kemudian mereka yang selalu berpegang teguh kepada tali Allah menjalin persaudaraan Islam (ukhuwah islamiyyah). Rasa persaudaraan Islam inilah yang semakin menguatkan posisi Islam pada saat itu, melalui rasa saling memiliki dan tanggung jawab kemudian dibangunlah benteng Islam dan peradaban baru. Dari pembengungan peradaban tersebut Yatsrib menjadi peradaban maju, yang kemudian nama Yatsrib diganti menjadi Madinah yang berarti ”kota”. Perubahan ini yang menjadi dasar konsep peradaban tamadun atau masyarakat madani (civiel society).

Di sebutkan pada ayat diatas bahwa hijrah dijalan Allah memiliki makna perpisahan untuk menjadi yang lebih baik. Dalam artian diarus globalisasi yang sudah tidak terbendung ini, kita dituntut untuk melakukan hijrah dalam menjauhi segala perbuatan yang dilarang baik berupa kemungkaran dan kemaksiatan. Sebab Allah telah melimpahkan disetiap perjalanan untuk melakukan hijrah berupa rizki yang terbentang di bumi. Hal ini mengisyaratkan bahwa ketika kita melakukan hijrah, Allah selalu memberikan kita pencerahan baik berupa rizki maupun limpahan rahmat dan nikmat.

Bahkan barangsiapa mati dalam melakukan hijrah maka Allah telah menganugerahkan dia pahala dan tentunya aroma surga akan menyegarkan seluruh tubuhnya. Hijrah dapat pula mengandung isyarat untuk melakukan perjalanan menuju ”jihad fi’sabilillah”, berpisah dengan sesuatu yang tidak di ridhoi dan berjuang atau berperang melawan hawa nafsu ketamakan, keserakahan dan kejahiliyahan.

Hijrah juga berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lebih baik yang memberikan jaminan kebahagiaan dan keselamatan. Dalam peristiwa hijrah Nabi Muhammad mengisyaratkan perubahan yang lebih baik. Bahkan sebelum peristiwa hijrah ini, ada satu kisah dari Ashabul Khafi dalam melaukan hijrah yaitu upaya menghindar dari penguasa yang zalim. Kemudian Allah menyelamatkanya menuju gua dan ditidurkannya para Askabul Uhudu tersebut bersama seekor anjing yang selalu menemani perjalannya.

Dari sedikit uraian diatas dapat ditarik sedikit pengertian bahwa hijrah bukan berarti suatu peristiwa yang hanya dilakukan pada masa itu akan tetapi hijrah juga dapat dilakukan di era sekarang seperti halnya peristiwa Ashabul khafi.

Melihat kenyataan zaman modern ini telah banyak ketimpangan dan kejahiliyahan baru, maka kita dituntut untuk melakukan hijrah. Bahkan dalam hijrah tersebut kita ada tuntutan membangun startegi untuk bekal jihad yaitu perubahan menjadi yang lebih berarti dan bermakna.

Marilah kita bermuhasabah dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad ini dengan sedikit mendalami makna yang tersembunyi. Kita bisa melakukan hijrah pada detik ini; pertama, hijrah aqliyah (akal) yaitu berusaha untuk berfikir maju (progresif) sebab perubahan zaman yang begitu cepat dengan kecangihan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut umat Islam untuk selalu berproses menjadi yang terdeparn dalam setiap bidang. Kedua, hijrah nafsiyah (nafsu diri) melalui perubahan yang terus berkelanjutan dari perbuatan yang tidak baik menjadi baik, tidak berarti menjadi berarti. Selalu mengasah emosional dengan berperilaku dan bersikap sesuai ajaran Islam dan memperkaya spiritual dengan mendekatkan diri dan bersujud ke pangkuan-Nya. Ketiga, hijrah amaliyah (perbuatan) yaitu dengan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan syariat dan selalu melakukan amal shalih.

Melalui perubahan diri menuju hijrah yang di ridhoi inilah akan dibukakan pintu rahmat. Setelah membekali diri dengan hijrah ada tuntutan berupa jihad yaitu dengan memberikan tauladan hijrah kepada keluarga, kerabat, dan lingkungan masyarakat. Melalui ketauladanan tersebut akan terbangun kesadaran diri menuju kesadaran kolektif yang pada akhirnya tumbuh ”ukhuwah islamiyyah” yaitu menuju masyarakat madani atau peradaban yang di ridhoi Allah. Amin

Waktu Subuh, 29/12/08 atau tepat 1 Hijriyah 1430

Sunday, December 21, 2008

Ku Pinang Kau Dengan Khitah Perjuangan

ERA postmoedern sudah tidak takterelakan sebab merupakan konskewensi langsung dari zaman globalisasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Istilah globalisasi diambil dari kata “global”. Kata ini melibatkan kesadaran baru bahwa dunia adalah sebuah kontinuitas lingkungan yang terkonstruksi sebagai kesatuan utuh. Marshall Mc Luhans menyebut dunia yang diliputi kesadaran globalisasi ini global village (desa buana). Dunia menjadi sangat transparan sehingga seolah tanpa batas administratasi suatu negara. Batas-batas geografis suatu negara menjadi kabur.

Globalisasi membuat dunia menjadi transparan akibat perkembangan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya sistem informasi satelit.Istilah globalisasi pertama kali dipopulerkan oleh Theodore Lavitte pada tahun 1985 ini telah menjadi slogan magis di dalam setiap topik pembahasan. Substansi dari globalisasi yaitu ideologi yang menggambarkan proses interaksi yang sangat luas dalam berbagai bidang: ekonomi, politik, sosial, teknologi dan budaya.

Globalisasi juga merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses multilapis dan multidimensi dalam realitas kehidupan yang sebagian besar dikonstruksi oleh Barat, khususnya oleh kapitalisme dengan nilai-nilai dan pelaksanaannya. Melalui arus globalisasi karakteristik hubungan antara penduduk bumi ni mengalami perubahan drastis yang melampaui batas-batas konvensional, seperti bangsa dan negara. Keadaan demikian ini menunjukkan bahwa relasi antara kekuatan bangsa-bangsa di dunia akan mewarnai berbagai hal, yaitu sosial, hukum, ekonomi, dan agama.

Globalisasi sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menimbulkan adanya sistem satelit informasi dunia, konsumsi global, gaya hidup kosmopolitan, mundurnya kedaulatan suatu negara kesatuan dan tumbuhnya kesadaran global bahwa dunia adalah sebuah lingkungan yang terbentuk secara berkesinambungan, dan muncul kebudayaan global yang membawa pengaruh terhadap perkembangan sosial dan budaya yang beraneka ragam.

Menurut John Naisbitt, kebudayaan negara-negara yang berbahasa Inggris akan mendominasi gaya hidup global. Ketika gaya hidup global ini memunculkan perubahan nilai dan mempengaruhi masyarakat lain, maka akan terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat penerima pengaruh. Kecenderungan tersebut dapat dilihat dalam produk-produk global yang dikemas dan diterangkan memakai bahasa Inggris.

Konsekuensi yang tidak bisa dielakkan adalah munculnya kemungkinan konflik nilai-nilai sosial dan budaya. Dochak Latief bahkan mengatakan bahwa planet bumi sebagai perkampungan global, hanya sebagian kecil saja penghuninya yang mampu memelihara nilai, tradisi, kebudayaan, kelembagaan, ritual dan simbol-simbol mereka, sedang yang lain terhanyut dalam arus global.

Generasi pemuda dibawah bendera globalisasi
Globalisasi juga merambah masyarkaat muslim yang indentik dengan nilai-nilai ketahuidan. Perubahan dunia yang begitu cepatnya semakin merambah tradisi dan nilai yang diemban oleh masyarakt muslim. Segala hal menjadi barang yang mudah dikemas untuk perdagangkan yang pada akhirnya menyebabkan masyarakat muslim menjadi konsumen.

Salah satu dampak dari arus perubahan zaman yang melanda masyarakat muslim adalah merebaknya buku, majalah, siaran radio, televisi dan internet yang banyak mengemas kisah remaja dengan kisah romatismenya. Kisah remaja dengan model keremajaan yang mengarahkan pemuda dan pemudi merasa menikmati kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan cinta.

Kisah-kisah cinta remaja yang telah dikemas sedemikian rupa, tak pelak akan mempengaruhi remaja muslim yang beranjak dewasa. Kisah remaja yang sekarang ini telah di kemas dalam keadaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam. Semisalnya kisah cinta yang dibumbui dengan cerita asmara dengan melakukan adegan-adegan yang dilarang syari’at contohnya berpegant tangan dengan mesranya, berpelukan, berciuman dan bahkan samapi melakukan hubungan intim.

Jika samapai demikian tentu saja diprediksikan generas-generasi islam yang menjadi harapan masa depan akan mengalami kemunduran dan kemrosotan akhlak. Generasi islam akan kehilangan jati dirinya, hidup dalam kehinaan dan kemunduran kesejahteraan. Jika kita menyaksikan generasi islam, maka terlihat sekali bahwa sebagaian mereka berada pada keadaan yang sangt memprihatinkan, mereka bagaikan kapal tanpa nahkoda yang terbawa riak gelombang, suka berfoya-foya atau hura-hura di masa remajanya dan mereka tidak memiliki nilai-nilai yang menjadi pegangan.

Banyak generasi pemuda islam terpengaruh budaya barat tanpa menyaringnya dulu sikap individual dan kebebasan telah menjadi cirinya. Kebanyakan mereka telah terjebak pada kehidupan yang hanya sekedar berfoya-foya, membuang-buang waktu dengan tanpa manfaat, dan berskipa hura-hura tanpa tahu kehidupan di keesokan harinya

Sesungguhnya islam menaruh harapan yang besar kepada pemuda untuk menjadi pelopor dan penerus serta pengerak dakwah islam. Pemuda merupakan kelompok masyarakat yang memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya, diantaranya mereka masih bersih dari pencemaran akidah dan pemikiran sesat, memiliki semangat yang kuat dan kemampuan mobilitas yang tinggi. Seharusnya itulah seorang pemuda yang menjadi harapan islam, pemuda yang mampu melakukan kativitas perubahan untuk memperbaiki sisitem dan merubah tatanan yang tidak sesuai dengan ajaran islam.

Globalisasi dan pasar bebas menjadi tema yang menarik dibicarakan dalam masyarakat. Disadari atau tidak, globalisasi yang merupakan bentuk baru dari perkembangan kapitalis akan menimbulkan penindasan (oppression) dan penghisapan (computation), tetapi secara manusiawi (humanly) seringkali menyenangkan orang. Globalisasi menjadi kekuatan yang akan terus meningkat sehingga menyentuh hampir ke setiap aspek kehidupan sehari-hari. Hanya sebagian kecil saja umat manusia yang mampu memelihara nilai-nilai, tradisi, kebudayaan, kelembagaan, ritual dan simbol-simbol mereka, sedangkan yang lain terhanyut dalam arus global. Hal ini disebabkan karena kekuatan media informasi yang memudahkan orang dengan budaya masing-masing menjalin komunikasi timbal balik di seluruh penjuru dunia sehingga mempengaruhi pola hidup secara luas dan jauh.

Berbagai problem dan krisis yang dialami umat islam yang sekarang ini terjadi di melenium ketiga merupakan krisis komplek dan multidimensional. Krisis ekonomi, kerusakan lingkungan, kekerasan, dehumanisasi, kriminlaitas dan moral mejadi isu internasional khususnya untuk umat islam. Termasuk krisi yang dialami generasi pemuda yang kehilangan jati diri dan makna hidupnya.

Globalisasi sejalan paralel dengan proses industrialisasi dan modernisasi di berbagai negara. Teknologi informasi dan sistem perdagangan dunia adalah di antara faktor-faktor yang memberikan kontribusi bagi percepatan globalisasi di berbagai tempat. Dari proses tersebut menghasilkan paradigma yang tidak selaras dengan paradigma islam, sebab menempatkan globalisasi pada wilayah pengguasaan atau mereduksi budaya yang cenderung bebas dan kapitalistik.

Dampak yang paling mencolok terhadap arus perubahan budaya yaitu hadirnya teknologi. Siara-siaran telivisi yang menyuguhkan acara-acara untuk kaula muda yang lebih cenderung pada pembelajaran cinta yang keblabasan. Media telah menyebarkan imej negatif kepada generasi muda semisal; pacaran, hari gini belum punya pacar ngak zamanyalah dan paling parahnya kisah cinta disuguhkan untuk permirsa atau penonton yang belum cukup umur. Memang di akui globalisasi merupakan siistem pasar sehingga tidak peduli pada etika dan nilai yang berkembang dimasyarakat, yang dicari hanya keuntugan.

“hari gini belum punya pacar, ngak zamanya gitu”, tak heran ungkapan seperti itu semakin populer dan mengakibatakn proses keberlanjutan yaitu para remaja atau pemuda terjebak pada keinginan untuk memiliki pacar. Bahkan ironisnya banyak pemuda terjebak pada pergaulan bebas dan paling parahnya mereka samapi rala melakukan apapun untuk mendapatkan kekasih pujaan hati.

“tak kenal maka tak sayang”, ungkapan yang sudah berkembang di masyarakat, imej kata menjadi booming dikalangan kaum muda. Kemudian mereka terperangkap pada hubungan yang tidak semestinya, yang kemudian di istilahkan dengan pacaran. Yaitu hubungan yang tidak hanya sekedar saling untuk mengenal akan tetapi sampai kepada hubungan saling mencintai dengan rasa kasih dan sayang antara laki-laki dan perempuan.

Pacaran merupakan akar kata dari “pacar” dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Dalam bahasa arab istilah pacaran dikenal dengan tahabub yang memiliki arti bercinta, kasih sayang yaitu pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.

Semuanya mengambarkan rasa saling mencintai, bahkan dalam mahligai perkawinan landasan yang dipakai yaitu pacaran. Di dalam pacaran terdapat hal untuk membangkitkan rasa cinta, disitulah yang letak kesalahan mengapa kata “pacaran”menjadi sesuatu yang negatif.

Ini dapat di teropong mengapa imej pacaran menjadi suatu hal yang negatif sebab terdapat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan syariat islam. Para pelaku pacaran berawal melalui perkenalan. Di dalam islam sendiri tidak melarang seseorang untuk mengenal dengan yang lainnya, termasuk lawan jenis yang bukan mahramnya. Bahkan islam menganjurkan umatnya untuk saling kenal mengenal demi rasa persatuan atau berjamaan. Karena kekuatan islam terletak pada rasa al ikhwan atau persaudaraan. Seperti firman Allah dalam surat Al Hujuraat ayat 13 :

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Melalui proses perkenalan inilah seseorang kemudian berlanjut pada hubungan sahabat yaitu hubungan sebagai kelanjutan dari proses perkenalan. Melalui proses hubungan yang intens atau berlangsung lama maka akan menciptakan sebuah hubungan yang tidak ahanya saling mengenal, akan menumbuhkan sikap solidaritas yang tinggi untuk saling menghargai dan berkerja sama. Sebenarnya didalam islam rasa persaudaraaan yang terjalin dari persahabatan sangat didukung bahkan diwajibkan asalkan untuk berbuat kebajikan dan tolong menolong dalam kebaikan.

Dari proses persahabatan kemudian dapat berlanjut pada proses jatuh cinta. Islampun tidak melarang umatnya untuk jatuh cinta bahkan menganjurkan umatnya untuk saling mencintai. Sebab perasaan cinta timbul dari rasa manusiawi, manusia mencintai keindahan dan keindahan menimbulkan rasa cinta itulah hakekat kehidupan.

Kemudian pertanyaan muncul “di mana letak kesalahan mengapa pacaran menjadi kata yang begitu negatif ?”. sebenarnya letak kesalahan yaitu pola yang “berlebihan” dalam artian memaknai pacaran menjadi sesautu kebebasan (freedom). Dengan demikian laju perkembangan proses diatas berlanjut pada hubungan yang dilarang oleh syariat semisalnya; rasa manusiawi untuk mencinati kemudian timbul pada perbuatan yang senonoh atau dengan kebebasanya yaitu berdua-duan di tempat sepi, atau bahkan berlanjut kepada hubungan intim yang bukan mahramnya. Islam sendiri memberikan banyak toleransi semisal dalam pandangan mata pertama sebagai suatu hal yang memuji keindahan dalam hati.

Realita sudah menjadi bukti yang tak dapat di elakan. Kaum muda mudi yang berpacaran (sebelum nikah) yang justru banyak ”mengobral cinta”. Matanya, telinganya, kata dan tingkah polahnya, semua mengumbar cinta. Mereka ciptakan nuansa-nuansa syahdu, berasyik masyuk serasa dunia hanya milik berdua, ada canda dalam setiap perjumpaan, ada sms cinta, ada chatting cinta, padahal belum lagi menikah.

Genersi pemuda islam dalam keniscayaan globalisasi ini tentu tidak ingin memudarkan karaterisitik dan nilai serta fungsi tujuan islam rahmatal lil’alamin yang menjadi harapan masyarakat dunia. Pemuda dan pemudi islam menyandang beban untuk mempertahankan nilai-nilai islam sekaligus culture atau adab yang menjadi sumber otoritas.

Bagaimana generasi pemuda islam harus mengambil sikap antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Setidaknya pemuda harus membekali dirinya dengan kemampuan berintekasi dengan pegananyanya yaitu al qur’an dan al hadis, kultur atau budaya yang memiliki berbagai ragam nilai. Oleh sebab itu, generasi pemuda islam harus segera berbenah diri untuk responsif terhadap tantangan zaman dan menjadi generasi yang memiliki orintasi pada nilai islam (value orinted islamic).

Globalisasi dan pemuda ashaabul ukhdud
Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan generasi pemimpin di bumi dengan berpasang pasangan. Generasi pemuda merupakan seseorang yang telah dimulyakan oleh Allah, islam sangat menghargai, memuliakan, memperhatikan dan mendukung pemuda untuk selalu berjalan di samudra yang lurus.

Al-Qur’an telah menceritakan tentang kisah yang sangat mulia untuk menjadi tauladan, merekalah pemuda ashaabul kahfi sekelompok pemuda yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Kisah ashaabuk kahfi yang rela meiningalakan pola masyarakat yang tidak sesuai dengan tradisi dan nilai-nilai. Kelompok pemuda tersebut kemudian meningalkan negerinya dan mencari tempat pelindung di dalam gua dan mereka berdoa:

Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini). (Al-Khafi ayat 10)

Sehingga Allah menyelamatkan kelompok pemuda tersebut dengan menidurkan selama hampir 309 tahun. Allah berfirmaan dalam surat al-khafi ayat 11 dan 25:

Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).
Dalam kisah ashaabul kahfi yang terangkai indah di dalam al-Qur’an menceritakan, kelompok pemuda yang tegar dalam keimananya dan tidak ingin terjerumus pada masyarakat yang cenderung bersikap jahiliyah. Sehingga tradisi masyarakat di zaman ashaabul khafi yang lebih bercorak pada kejahilihan di binasahkan oleh Allah dengan diceburkan ke dalam parit berisi api yang bergejolak.

Masih banyak kisah generasi pemuda yang seharusnya menjadi contoh generasi pemuda muslim sekarang, sebab merekalah kekasih dan pilihan Allah yang selalu menjaga keimanannya hanya untuk Allah semesta alam. Era rasullullah saja yang menjadi pendampingnya dalam menyebarkan agama islam ke plosok negeri adalah para pemuda yang kemudia di kenal dengan assabiqun awwaluun (orang-orang yang pertama kali beriman).

Sudah jelas di ketahui sebagai generasi pemuda yang mengemban amanah menjadi khalifah dibumi seharusnya menyadari arus globalisasi yang banyak mencengkaram pemuda sekarang dalam ketidakberdayaan pada nilai islam. Mereka lebih memilih budaya barat yang lebih menonjolkan sikap individualisme dan prakmatisme serta bercorak sikap liberalis yang lebih memuja sikap hura-hura, foya-foya dan menikmati hidup untuk hari ini bukannya memandang keesokan hari.

Menurut Kevin Robins, globalisasi tidak akan menghanyutkan nilai-nilai tradisi dan budaya, jika ia mau meneguhkan kembali asal-usul etnis dan kebangsaan, serta membangkitkan kembali tradisi dan landasan-landasan religius. Dalam hal ini artinya nilai-nilai substansi, tradisi religius, dan nilai islam yang diperkukuh tidak akan mengalami pergeseran sebagai akibat dari pengaruh globalisasi. Langkah semacam ini merupakan fondasi yang vital, mengingat kekuatan arus globalisasi sudah menjadi keniscayaan dan berproses tanpa henti, walaupun belum menjadi produk final.

Maka para pemuda setidaknya belajar dari kisah taudalan askahbul ukhdud yang mereka selalu berjalan pada garis luru. Sebeb mereka memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan syariat yang telah di tetapkan untuk semesta.

Oleh sebab itu generasi pemuda islam dapat meneladai mereka dengan sikap-sikap berikut ini. Sebagai bekal menjadi generasi pemuda islam yang memiliki misi rahmatal lil’alamin:
generasi pemuda islam adalah mereka yang selalu membawa risalah kebenaran atau menyeru pada al haq.

Dan di antara orang-orang yang kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan. ( Al-Araaf ayat 181)

Generasi pemuda harus memiliki sikap cinta, bukan cinta sesaat yang telah diplokamirkan di dalam media-media masa maupun elektroni. Tetapi cinta yang benar-benar hakiki yaitu cinta kepada Allah dan sesunggguhnya jika generasi pemuda mempunyai sikap cinta kepada penciptanya maka Allahpun akan mencintainya.

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. (Al-Maidah ayat 54)

Memiliki sikap saling melidungi satu dengan lainnya, menegakan shalat sebgai tiang agamanya dan tidak menjadi pemuda yang mengingkari adanya sang pecipta Allah.
Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa[152]. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'. (Al-Baqarah ayat 238)

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya[648]. mereka Telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. (At-Taubah ayat 67)

Pemuda yang selalu berpegang teguh pada janjinya kepada Allah. Sebab janji aalah konskwensi yang harus dilaksanakan jika janji di ingkari maka akan menjadi pemuda yang lemah dan tidak dipercaya.
(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, (Ar-R’ad ayat 20)
generasi pemuda islam adalah mereka yang tidak ragu-ragu dalam mengorbankan dirinya dan harta untuk kepentingan kejayaan islam.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar. (Al-Hujuraat ayat 15)

Generasi pemuda islam adalah mereka yang selalu mengerjakan amar ma’rif nahi mungkar dan saling tolong-menolog dalam kebaikan.

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (An-Nahl ayat 90)

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Al-Maidah Ayat 2)

Generasi pemuda islam yang teguh dan istiqamah melakukan kebajikan dengan beramal shaleh

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan”. (An-Nahl ayat 97)

Generasi pemuda islam hendaknya mulai dari sekarang menyadari, tanyakan pada dirimu bahwa sesungguhnya adanya penciptaan dirimu bukan untuk melakukan hal yang sia-sia. Tanyakan pada dirimu sebenarnya kehidupan ini tidak akan sama lagi dan dapatkah engkau mewujudkan cita-cita islam. Maka bermimpilah menjadi pemuda yang memiliki etos perjuangan, kemampuan dan akhlak yang sesuai dengan nilai-nilai islam. Generasi pemuda harus menjadi generasi yang mampu mempresentasikan nilai-nilai islam secara utuh bagi masyarakt di semesta ini.

Thursday, December 11, 2008

Training politik HMI Semarang

Training politik HMI Semarang

Dalam perjalanan dinamika bangsa Indonesia demokrasi adalah hal menarik dan tak pernah lekang untuk dijadikan icon pembaharuan dan perbaikan. Demikian juga perpolitikan selalu menjadi sumbu utama yang mempengaruhi kondisi di berbagai bidang lainnya. Sedemikian berpengaruhnya dimensi perpolitikan, hingga menuntut perhatian semua kalangan yang memiliki kepedulian pada masa depan bangsa untuk memikirkan prospek politik Indonesia di masa yang akan datang, terutama dari segi sistem dan pelaku.

Demokrasi sendiri memang bukan soal mudah untuk didefinisikan, apalagi dipraktekkan. Sering ia disandera menjadi hanya sekedar slogan, diputar balikkan sedemikian rupa untuk melegitimasi kepentingan. Di sekolah, demokrasi dipasarkan bersamaan dengan pendidikan kewarganegaraan yang isinya melulu tanggung jawab, definisi dan jargon. Nyaris beku karena sempitnya ruang berdiskusi, hampir sulit meletakkannya dalam konteks keseharian yang mudah dipahami. Sekolah dalam banyak hal seringkali malah menjadi tempat dimana demokrasi dibuat mati muda. Ranah publik dan mungkin keluarga, juga bukan tempat dimana pemahaman dan tabiat demokratik dikecambahkan atau dipraktekkan. Maka tidak mengherankan, jika pemahaman dan praktek demokrasi menjadi sesuatu yang mewah untuk ditemukan. Lihat saja media massa dan produknya, lihat pula perilaku kita di jalanan, parlemen kita, birokrat dan sebagainya. Sungguh sulit menemukan role model atau best practisses yang bisa kita banggakan.

Reformasi, Demokrasi dan Kepemimpinan Politik
Bergulirnya reformasi menandai terjadi terjadinya liberalisasi dalam pasar politik di Indonesia. Dimana telah terjadi perubahan yang signifikan dalam struktur, relasi maupun pengelolaan politik di negeri ini. Sentralisasi kekuasaan tinggal menjadi mimpi karena pusat-pusat kekuasaan menjadi sedemikian terdesentralisasi. Para pemimpin di pusat dan di daerah dipilih secara langsung yang secara idealistik berarti kembalinya kedaulatan kepada rakyat secara penuh. Akan tetapi, sungguh ironis ketika realitas yang terjadi adalah justru semakin jauhnya rakyat dan kepentingannya dari orientasi dan keberpihakan politik.

Banyak faktor yang menyebabkan itu semua, tetapi bisa dikatakan bahwa kepemimpinan (dalam artian luas) adalah salah satu faktor yang determinan. Sejarah dibanyak peradaban menunjukkan bahwa, transisi dari suatu rezim otoriter ke arah yang lebih demokratis seringkali melahirkan suasana chaotic. Ini terjadi bersamaan dengan melemahnya kewibawaan institusi dan aktor-aktor kekuasaan, baik yang lama maupun yang baru. Di lain sisi, tumbuh pula kelompok-kelompok dan figur-figur baru yang mencoba mengambil peran dan akses kepada kekuasaan.

Di tingkat masyarakat muncul euforia, dalam bentuk pengabaian maupun pembangkangan sebagai respon terhadap kebebasan yang baru dinikmati. Sedangkan pada sisi lain, para pengelola negara dan pemerintahan kehilangan kepercayaan diri dan gamang menyikapi perubahan. Situasi seperti inilah yang sedang kita hadapi, sebuah kompleksitas yang tidak mudah disiasati. Tanpa kepemimpinan sosial dan politik yang mencerahkan, maka akan sangat mudah bagi agen-agen sosial dan politik untuk terjebak dalam mengurus bangsa secara transaksional, pragmatis dan miskin visi.

Dalam 'Leadership' (1970), John McGregor Burns mencoba merumuskan kepemimpinan yang efektif. Menurut Burns, seorang pemimpin yang transformatif adalah pemimpin yang mampu menyatukan para pendukungnya dalam suatu shared vision yang dapat memperbaiki dan mengembangkan organisasi dan masyarakatnya secara luas. 

Kepemimpinan transformatif ini dikatakan memiliki kemampuan untuk mendeliver nilai-nilai (true values), integritas dan trust. Kepemimpinan transformatif ini adalah kebalikan dari pemimpin transaksional yang melakukan apapun untuk memperbesar kekuasaannya
Kita bersama memerlukan pemimpin sebagai sumber inspirasi dan mobilisasi sosial. 

Pemimpin yang mampu memberikan arah dan prioritas yang jelas, bukan sekedar pemimpin yang kuat dan berwibawa atau populer semata. Kita sangat membutuhkan pemimpin yang mampu melahirkan terobosan, mengambil resiko-resiko politik demi membawa bangsa ini keluar dari bayang-bayang krisis. Kita sangat mengharapkan munculnya pemimpin yang mampu melakukan re-framing dan mengajak kita semua melihat bayangan masa depan secara holistik, sehingga mempunyai character building meliputi loyalitas kepada nilai, visi, dan program kepemimpinan yang sesuai dengan aturan dan mekanisme yang demokratis.

Signifikansi organisasi atas perubahan
Dari rentetan teori yang berjibun dan pencandraan atas realitas yang complicated tentunya kita dapat menebak dengan analisis dan hipotesis atas permasalahan itu semua. Kemudian dari manakah kita akan mendapatkan pemimpin seperti itu? Tentu dari organisasi-organisasi yang mempunyai visi dan karakter yang jelas dan atau dari partai politik yang benar-benar mempunyai alat produksi (proses perkaderan) yang benar-benar sesuai bentuk riil dari proses demokrastisasi yang mencetak kader-kadernya. Disisi lain saat ini kita perlu melihat parpol saat ini yang menjamur bak musim hujan mengguyur kemudian parpol bermunculan entah dengan tujuan ikut meramaikan panggung demokrasi atau hanya karena tujuan pragmatis atau memang benar-benar ingin ikut memperjuangkan perbaikan sistem kepemimpinan bangsa ini.

Melihat relitas semua yang terjadi lalu mengapa dari partai politik yang di bidik? Sebab disitulah parpol yang melahirkan dan merekrut pemimpin secara terlembaga. Dalam peradaban demokrasi dimanapun, partai politik adalah entitas yang paling logis dalam melahirkan kepemimpinan politik. Lewat partai politik,lebih dimungkinkan mendapatkan pemimpin yang berinteraksi dengan persoalan-persoalan dan dinamika masyarakat. Tentu dengan catatan, partai-partai politik itu memang mempraktekkan budaya demokratis secara internal, bukan sekedar milik elit oligarkis. Partai-partai itu tentunya harus melembagakan sistem dan prosedur demokratis dalam setiap aspek kehidupan partai. Juga mesti memiliki mekanisme pengelolaan konflik yang terlembaga dan rekrutmen serta kaderisasi yang ajeg. Di sisi lain, partai-partai politik tersebut juga memelihara konstituennya dan relevan dengan kebutuhan kongkrit atau ideologis rakyat.

Persoalannya tentu, apakah partai-partai politik kita sudah seperti itu. Saat ini mungkin bisa dikatakan belum, sebab partai-partai kita masih sibuk dengan diri dan kepentingannya sendiri. Tetapi tentu kita tidak boleh kehilangan harapan dan tergoda untuk mengambil jalan pintas, yang justru akan merusak konsolidasi demokrasi dalam jangka panjang.

Solusi Alternatif ke-Ummatan dan kebangsaan
63 tahun sudah bangsa kita telah merdeka. Jika dilihat dari usia, Indonesia telah sepuh, seharusnya lebih matang dan dewasa. Namun apa boleh dikata, bukti masih menunjukan lain dari harapan kita. Siapa yang salah, yang jelas tugas para founding fathers telah selesai mengantarkan kemerdekaan kita, tinggal kita sebagai generasi harapan bangsa sebagai pemuda.

Pemuda kita sekarang, seperti juga pemuda di zaman dan peradaban manapun memang cenderung mengedepankan emosional, dangkal dan mau serba instant walaupun itu tidak semua menjadi karakter pemuda tetapi itu setidaknya menjadi benang simpul dimana setiap pemuda dan isi kepalanya mempunyai maninstream berpijak untuk beraktualisasi. Tetapi ada yang berbeda, zaman sekarang para generasi muda dibombardir oleh tekhnologi informasi global yang intens. Ini sesuatu yang tidak dialami oleh generasi muda zaman dulu. Trend setter masa kini begitu banyak, bisa dari mana saja, terjadi kapan saja dan oleh siapa saja. Berbeda dengan zaman dulu yang serba terbatas dan lambat. Kebudayaan popular yang ada sekarang berkembang dari gempuran terus menerus, konstan dan dari berbagai arah terhadap alam sadar dan bawah sadar anak muda. Yang menjadi soal adalah defisit contoh baik yang ada di masyarakat kita saat ini.

Lalu apakah tanggung jawab atas itu semua ? Himpunan Mahasiswa Islam sebagai bagian dari organisasi yang ada di level gerakan mahasiswa dengan usianya 61 tahun sudah banyak kader-kadernya yang menjadi alumni dan masuk dalam lingkar sistem di indonesia ini. Tidak sebatas itu HMI dari zaman kezaman dengan melihat realitas selalu menangkap permasalahan dengan berbagai cara, termasuk hingga detik ini terus melakukan pembaharuan dan inovasi gagasan untuk memberikan sumbangsih pemecahan masalah. Tentunya HMI harus mampu menjadi bagian yang menggagas jalan alternatif, minimal untuk bisa menyelesaikan dan meminimalisir permasalahan bangsa kedepan. Dengan mengetahui atas peta konstelasi demokrasi politik baik dalam skala nasional maupun lokal maka secara tidak langsung HMI sebagai kawah condrodimuko untuk kader-kadernya secara sistematis menghadirkan analisis dalam mencandra permasalahan yang ummat dan bangsa.

Pada sisi ini kita melihat politik merupakan sebagai wahana, dapat bermakna ganda yang amat kontras antara satu makna dengan makna lainnya. Di satu sisi politik dapat diklaim sebagai alat perjuangan untuk mempengaruhi arah kebijakan yang akan berdampak pada masyarakat luas, sedangkan di lain sisi politik menampilkan wajah yang begitu pragmatis, korup dan merugikan kepentingan masyarakat luas akibat prilaku para aktornya.

Dalam idelitas gerakan, maka politik merupakan salah satu alat penting dalam berjuang berdasarkan-nilai kebenaran. Namun hal itu mutlak mensyaratkan hadirnya para politisi yang memahami makna politik yang demikian, yakni politik sebagai alat perjuangan, bukan politik sebagai tujuan.

Para politisi yang memiliki karakter kepejuangan sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia agar dapat memberikan arah dan kebijakan politik yang mampu menjawab kepentingan masyarakat. Para politisi yang bersikap sebagai negarawan harus ditemukan dan dihadirkan kembali ke tengah bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis kepemimpinan politik akibat kepercayaan masyarakat yang telah luluh terhadap perangai para politisi saat ini. Kepemimpinan muda yang digulirkan saat ini sebagai salah satu bentuk relevansi peran generasi bangsa apakah mampu dihadirkan atau memang menjadi alternatif bahkan sama dengan konsep kepemimpinan lama?

Dalam konteks lain tidak adanya pendidikan politik selama ini, kita lalu bisa memahami mengapa terjadi, tidak hanya merosotnya etika dan moralitas politik, tetapi juga mengapa loyalitas kepada pemimpin di pusat begitu kuat? Selain faktor strategi parpol demi kepentingan bangsa dan daerah tertentu, harus kita akui bahwa di tengah tidak adanya pendidikan politik yang sehat selama ini, memang budaya politik kita di Indonesia masih budaya politik tradisionalisme.Dalam budaya politik yang tradisional itu memang figur pemimpin dan karisma jauh lebih kuat dan menentukan daripada segala mekanisme dan prosedur formal yang demokratis dan profesional.

Jadi, jalan kita masih panjang. Tapi, kita akan bisa berhasil kalau kita sekarang menekuni secara serius pendidikan politik itu, pendidikan untuk membentuk character building. Melalui pendidikan politik yang sehat itulah diharapkan pula agar loyalitas tradisional kepada figur pemimpin bisa digantikan atau diimbangi oleh loyalitas kepada nilai, visi, dan program kepemimpinan yang sesuai dengan aturan dan mekanisme yang demokratis.

Oleh karena itu HMI dengan ini turut bertanggungjawab atas usaha penyiapan kader calon pemimpin politik masa depan dan harus dilakukan sejak saat ini juga. Para calon pemimpin politik itu perlu dibangun kesadaran, wawasan, strategi dan dan keterampilan teknisnya dalam memimpin dan mengelola agenda politik baik di tingkat nasional maupun lokal.
Demikian juga atas problematika yang pelik hingga saat ini, harusnya ada strategi untuk mengurai benang kusut konflik dan masalah dibangsa ini. Maka dengan ini HMI cabang semarang tergerak untuk mengadakan training kepemimpinan politik nasional. Dengan berlandaskan analisis konstruktif-siglikal dan pencandraan SWOT, merekayasa untuk bisa memformulasikan gagasan dan idelisme para kader muda yang ada saat ini supaya ada bentuk solusi, baik itu gagasan/ ide, teknis ataupun nonteksis. Selagi kita masih tergerak dengan sungguh untuk berijtihad pasti akan ada sesuatu yang terumuskan dan akan menjadi harapan baru untuk menuai kebaikan demi masa depan ummat dan bangsa.

PELAKSANAAN
Hari : Jum’at - Minggu
Tanggal : 12-14 Desember 2008
Tempat : Semarang

Saturday, December 6, 2008

Pendidikan Nilai Lingkungan Hidup Untuk Anak Usia Dini

PENDIDIKAN merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan di segala hal termasuk perilaku, sikap dan perubahan intelektualnya. Pendidikan sebagai usaha untuk membantu mencapai kedewasaan pola pikir dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Seiring dengan perubahan dunia yang begitu mencekam dan telah di dominasi oleh sistem kapitalisme, menyebabkan dehumanisasi sebab meletakan pendidikan sebagai komoditas untuk mengakumulasi kapital dan mendapatkan keuntungan. Sistem pendidikan lebih banyak dibangun atas dekrit-kebijakan yang mereproduksi ideologi penguasa kaum borjuis, bukan lahir dari "rahim" kesadaran pembangunan masyarakat baru secara "revolusioner" dan "visioner".

Persoalan krisis global semakin komplek dan multidimensional salah satu masalah serius adalah kondisi ekologi atau lingkungan hidup, telah menjadi isu global yang melibatkan cara pandang manusia modern terhadap alam. Pada giliranya menuntut kesadaran politisi dunia dan memaksa para ahli pendidikan mengkonstruksi ulang kurikulum pendidikan, misalnya dengan mengintroduksi konsep keanekaragaman hayati dan kesadaran ekosistem pada berbagai bidang.

Problem pencemaran lingkungan banyak mendapat sorotan, karena telah menimpa penghuni dunia masa kini dan generasi yang akan datang. Kalau ditelusuri, faktor utama terjadinya perusakan lingkungan akibat penggunaan secara besar-besaran produk-produk teknologi modern. Di balik dominasi teknologi mutakhir ini terletak pandangan-pandangan keagamaan dan ideologi tertentu yang berperan sebagai pendorong pemicu ke arah sikap yang tidak bersahabat kepada alam serta lingkungan.

Aktivitas manusia di bidang industri yang membakar hutan seisi-isinya ini telah menghasilkan semburan miliaran ton partikel, gas karbondioksida serta klorofluorokarbon. Emisi karbon ini ditimbulkan dari pembakaran bahan bakar fosil yang tak dapat diperbaruhi, seperti batu bara, gas, dan minyak bumi. Kerusakan hutan khususnya di Indonesia sebagai paru-paru dunia memiliki andil cukup besar sebagai pemicu perubahan iklim dan pemanasan global akibat dari menipisnya lapisan ozon.

Kondisi lingkungan dengan dirusaknya hutan, pembakaran, illegal logging, lahan petanian di sulap menjadi area industri dan perumahan. Telah membawa dampak negatif seperti kekeringan. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sangat merasakan dampak kerusakan sistem cuaca. Kerusakan sistem cuaca tersebut telah menimbulkan anomaly iklim berupa kenaikan suhu 1-1,5 derajat celcius di Afrika, sehingga masa udara kering yang berhembus dari Australia bergerak ke hutan Afrika. Fenomena ini mengakibatkan kekeringan di kawasan ekuator, termasuk di dalamnya Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagian Sumatra.

Perubahan iklim akan mempersulit Negara berkembang sepeti Indonesia untuk mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan dan tujuan pembangunan milenium atau millennium development goals / MDG’s. Perubahan iklim akan mengancam ketersediaan sumber daya alam, menambah parah persoalan yang dihadapi, menciptakan persoalan baru, dan membawa upaya pencarian solusi makin sulit dan mahal. Kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan membawa akibat terhadap alam lingkungannya. Pencemaran udara, tanah, air yang terkadang membawa akibat seperti tidak suburnya lahan pertanian, banjir dan tanah longsor.

Sudah jelas diketahui bahwa kerusakan alam dan lingkungan hidup yang dasyat bukan di sebabkan oleh penuaan alam itu sendiri tetapi justru diakibatkan oleh tangan-tangan yang selalu berdalih memanfaatkannya, yang sesungguhnya sering kali mengeksploitasi tanpa mempedulikan kerusakan lingkungan. Krisis lingkungan hidup dan kemanusiaan harus menjadi pusat perhatian bagi setiap tradisi dan komunitas keagamaan, sekaligus fokus dalam upaya agama-agama saling memahami.

Manusia telah sedikit banyak berhasil mengatur kehidupanya (birth control maupun death control), sekarang dituntut untuk mengupayakan berlangsungnya proses pengaturan yang normal dari alam dan lingkungan agar selalu seimbang. Peran manusia untuk menaggulangi masalah tersebut sebagai upaya pelestarian alam dapat di tempuh melalui jalur yaitu jalur politis, organisasi, administrasi, profesi dan jalur ilmiah. Jadi terjadi keseimbangan manusia dari berbagai bidang kajian yang berorientasi pada penanganan lingkungan, karena kebanyakan bencana di planet bumi disebabkan oleh ulah perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Fenomena tersebut membuktikan bahwa perlu adanya rekonstruksi baru di bidang pendidikan untuk menghadapi tantangan zaman global. Di era post modern segala sistem dari berbagai ideologi perlu adanya konstruksi baru pada arah epistemologi pada kususnya di bidang pendidikan. Format pendidikan yang sesuai kondisi di atas, perlu menyajkan salah satu strategi dengan mengimplementasikan pendidikan nilai ekologi yang berbasis agama sebagai sumber penanaman jiwa anak didik untuk bisa mengenali arti kehidupan sebenarnya.

Maka jiwa pendidikan perlu di kembalikan yaitu sebagai pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai, termasuk penanaman nilai lingkungan kepada anak didik. Pendidikan lingkungan sebagai jalan untuk memberikan pengenalan dan kesadaran terhadap lingkungan. Aspek etika, moral tidak semata-mata diberikan hanya untuk berinteraksi antar sesama, akan tetapi juga penanaman nilai terhadap lingkungan hidupnya.

A. KONSEP PENDIDIKAN NILAI EKOLOGI
1. Hakekat Lingkungan HidupPada saat ini istilah ekologi seringkali disebut sebagai bagian atas bukti bahwa manusia sudah mulai khawatir akan kemungkinan terjadinya kerusakan lingkungan. Istilah ekologi dipakai sebagai suatu istilah atau cabang ilmu pengetahuan. Pertama kali kata ekologi dikenalkan oleh seseorang ahli zoology bangsa Jerman bernama Ernst Haeckel pada tahun 1866. Secara umum ekologi dapat diartikan sebagai hubungan antara organisme dan habitatnya, atau ilmu yang mempelajari tentang hubungan mahluk hidup dengan lingkungannya.

Sedangkan istilah lingkungan hidup dalam pembahasan ini adalah dari bahasa latin yaitu biosfer adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia. Biosfer berasal dari kata bio artinya hidup, dan sphaire artinya lingkungan. Makhluk hidup terdiri atas manusia, tumbuh-tumbuhan, dan mikroorganisme. Makhluk hidup tidak mungkin terlepas dari lingkungan hidupnya. Lingkungan merupakan tempat dimana organisme itu hidup yang disebut habitat dan mahluk hidup berusaha menyesuaikan hidupnya sesuai kondisi ekosistemnya.

Pandangan Yusuf al Qardhawi mengenai pengertian lingkungan hidup yaitu sebuah lingkup dimana manusia itu hidup, manusia tinggal di dalamnya, baik ketika berpergian ataupun mengasingkan diri, sebagai tempat manusia kembali, baik dalam keadaan rela ataupun terpaksa. Lain halnya dengan Otto Soemarwoto, dalam hal ini ia mendefinisikan lingkungan hidup merupakan sejumlah benda dan kondisi yang ada dalam ruangan kita tempati serta mempengaruhi kehidupan kita. Semua saling berinteraksi dengan lingkungan hidupnya, mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya ia di pengaruhi oleh lingkungan hidupnya.

Jadi lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Dengan demikian berbicara tentang lingkungan, maka tidak akan terlepas dari siapa yang menempati lingkungan tersebut, sehingga disini ada dua komponen, yaitu objek dan subjek, pada dasarnya lingkungan hidup semua hal yang ada di alam sekitar, semua benda, kondisi termasuk manusai dan tingkah lakunya.

Manusia dengan lingkungannya terjadi hubungan yang dinamis. Saling terkait dan mempengaruhi, manusia dapat berkembang sempurna jika manusia dapat menyadari dirinya dengan lingkungan hidupnya. Manusia, hewan dan tumbuhan dapat bertahan hidup sesuai dengan kondisi lingkungan yang mendukung dirinya. Kondisi lingkungan itu di tentukan oleh berbagai faktor. Ada dua golongan faktor lingkungan biotik dan nonbiotik. Manusia harus bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan kemajuan lingkungan hidupnya.

Pada dasarnya manusia bertanggung jawab atas pemeliharaan lingkungan hidup untuk menjaga lingkup di mana manusia tinggal, dengan demikian sesuai dengan kedudukan dan martabatnya sebagai khalifah. Manusia yang beragama tentunya menyadari alam semesta ini di ciptakan oleh Allah, kekuasaan Allah tidak hanya menciptakan sesuatu dari yang tidak ada (conditio ex nihilo) menjadi ada (in exist) namun mencakup penjagaan, pemeliharaan, pengaturan dan pemenuhan kebutuhan serta seluruh aspek pendukung terhadap sistem jaringan citptaan-Nya dengan sebaik-baiknya.

Lingkungan yang sehat dan menebarkan kehijauhan yang enak di pandang adalah dambaan setiap manusia. Pemeliharaan dan pelestarian lingkungan hidup itu juga harus di sesuaikan dengan arah pembangunan yang lebih baik biar tidak terjadi ketimpangan. Keseimbangan ekosistem tetap akan baik jika tidak terjadi gangguan dari luar dalam bentuk bencana baik yang di sebabkan oleh manusia maupun proses alamiah alam. Al Qur’an juga menerangkan untuk tidak membuat kerusakan di muka bumi ini seperti dalam surat al A’raaf yaitu:
وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ

"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik". (Q.S. Al A’raaf/7 : 56).

Lingkungan hidup di klasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu:
1. Lingkungan fisik (physical environment)
Segala sesuatu di sekitar kita yang berbentuk benda mati seperti rumah, gunung, mobil, udara, air, udara, sinar matahari dan lainnya.
2. Lingkungan biologis (biological environment)
Segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang berupa organisme hidup lainnya selain dari manusia sendiri, bintang, bulan, hewan tumbuh-tumbuhan, jasad renik (plankton) dan lainnya.
3. Lingkungan sosial (social environment)
Yaitu manusia-manusia lain yang berada di sekitarnya seperti tetangga dan masyarakat lainnya.

2. Pendidikan Nilai Ekologi
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi, karena pendidikan bagi kehidupan manusia adalah untuk membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Semua dapat diraih dengan usaha dan doa yang semaksimal mungkin, dengan proses panjang secara bertahap dan sistematis berdasarkan perencanaan yang kuat untuk mencapai apa yang di inginkan sesuai tujuan.

Pendidikan dalam bahasa Inggris dikenal dengan "education" yang berasal dari bahasa Latin "educere" berarti memasukan sesuatu atau memasukkan ilmu kepada seseorang. Sedangkan menurut Undan-Undang RI No 20 Tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sehingga pendidikan dipandang sebagai usaha menghasilkan manusia yang sadar akan dirinya untuk mempunyai kepribadian yang mulia. Dalam bahasa Arab ada istilah yang biasa dipergunakan dalam pengertian pendidikan Islam yaitu ta’lim atau pengajaran, tarbiyah sebagai pengasuh yang baik atau pendidikan dan ta’dib mempunyai pengertian yang tinggi, sehingga semua ilmu pengetahuan yang dapat dihasilkan manusia.

Sedangkan pengertian pendidikan menurut para tokoh-tokoh pendidikan di antaranya yaitu:
Menurut Ahmad Tafsir
"Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal".
Menurut Frederick Y. Mc. Donald
"Education is a process or activity which is directed at producing desirable changes in the behaviour of human beings".
Menurut Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Majid
أن المتعلم هو تغيير فى ذهن المتعلم يطرأ على خبرة سابقة فيحدث فيها غيرا جديدا
"Sesungguhnya belajar merupakan perubahan di dalam orang yang belajar (murid) yang terdiri atas pengalaman lama, kemudian menjadi perubahan baru"
Begitu juga pendidikan nilai lingkungan hidup tidak terlepas dengan pendidikan Islam, sebab landasan pendidikan nilai lingkungan berdasarkan asas ajaran Islam itu sendiri. Akan tetapi ketika kita mendengar nilai, dalam benak akan berfikiran lain karena kita memandang nilai sebagai tema yang abstrak dan luas. Posisi pendidikan nilai sama halnya dengan pendidikan akhlak bahkan bisa di bilang sebagai ilmu etika akan tetapi dalam realitasnya kesadaran nilai baru dimulai adanya dampak-dampak yang terjadi di era sekarang ini, maka tercetuslah yang di sebut pendidikan nilai.

Sebelumnya akan saya jelaskan tentang sejarah akan pentingnya pendidikan lingkungan. Sekitar tahun 1975 lokakarya internasional tentang pendidikan lingkungan hidup di Beograd Yugoslavia, pertemuan tersebut mengahsilkan pernyataan antar negara peserta pendidikan lingkungan hidup yang di kenal sebagai "the belgrade charter-a global framework for envoronmental education". Tujuan pendidikan lingkungan yang di rumuskan dalam belgrade charter yaitu:
1. Meningkatkan kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan bidang ekonomi, sosial, politik serta ekologi, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
2. Memberi kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap/perilaku, motivasi dan komitmen, yang diperlukan untuk berkerja secara individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan mencegah munculnya masalah baru.
3. Menciptakan satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok-kelompok dan masyarkat terhadap lingkungan hidup.

Semenjak dikeluarkanya ASEAN "environmental education action plan 2000-2005, negara kawasan ASEAN perlu memiliki kerangka kerja untuk pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut aktif dalam merancang dan melaksanakan. Asean environmental education action plan 2000-2005 merupakan tonggak sejarah dalam upaya kerja sama regional antar sesama negara ASEAN dalam turut meningkatkan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di masing-masing negara anggota ASEAN.

Di Indonesia penyelengaran pendidikan lingkungan dimulai pada tahun 1975 dimana IKIP Jakarta (sekarang UNJ) untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan lingkungan dengan menyusun Garis-Garis Besar Program Pengajaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang diujicobakan di 15 sekolah dasar di Jakarta pada periode 1977/1978.

Pada tahun 1979 dibentuk dan berkembang pusat studi lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta. Prakarsa pengembangan pendidikan lingkungan juga dilakukan oleh berbagai LSM. Pada tahun 1996/1997 terbentuk jaringan pendidikan lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2001 tercatat 76 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan.

Namun dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup selama ini, dijumpai bebagai permasalahan antara lain: rendahnya partisipasi masyarakat untuk berperan aktif ini di sebabkan kurangnya pemahaman terhadap permasalahan pendidikan lingkungan yang ada, rendahnya tingkat kemampuan atau keterampilan dan rendahnya komitmen masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.

Pendidikan lingkungan adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat mengerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.

Sedangkan pendidikan hidup formal adalah kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang diselengarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, menegah dan pendidikan tinggi serta dilakukan secara terstruktur dan berjenjang dengan metode kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik (tersendiri).

Lain halnya pendidikan lingkungan non formal yaitu kegiatan lingkungan hidup yang di lakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (misalnya pelatihan AMDAL, ISO 14000, PPNS).

Berbicara tentang nilai tak akan ada habisnya banyak pakar yang berbeda pendapat, karena nilai sebagai sesuatu yang esensial merupakan sifat yang melekat pada suatu sistem kepercayaan yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti yaitu seseorang yang meyakini.

Berangkat dari landasan berfikir diatas sebagai rangkaian untuk membangun konsep pendidikan nilai lingkungan hidup yang ideal. Untuk memahami pendidikan nilai yang sesuai dengan pokok pembahasan ini maka diperlukan pemahaman yang kuat, maka tidak ayal terlebih dahulu akan di bahas mengenai nilai.

Menurut Riseri Frondizi nilai merupakan kualitas yang tidak tergantung pada benda; benda adalah sesuatu yang bernilai, ketidak tergantungan mencakup setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas a priori. Jadi nilai merupakan penilaian yang seseorang meyakini bahwa barang itu mempunyai makna dan sarat nilai.
Sedangkan dalam pandangan Sidi Gazalba yang di kutip oleh Chabib Toha, mengartikan nilai:

Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda kongkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menurut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.

Nilai dapat di lihat dari berbagai sudut pandang, kalau di lihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Abraham Maslow di kelompokan menjadi 5 (lima) yaitu, nilai biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri dan nilai jati diri. Lain halnya jika nilai di kaitkan dengan pendidikan Islam. Untuk menggali nilai luhur yang termaktub dalam pendidikan Islam di butuhkan landasan sosiologis dan filosofis sebagai paradigmanya.
Sistem nilai dijadikan kerangka dasar yang menjadi pedoman berperilaku lahiriah dan rohaniah sesuai sistem moral yang di ajarkan agama Islam. Nilai Islam merupakan suatu sistem yang bersifat komprehensif yang mencakup perbuatan baik dan buruk. Nilai yang tercakup itu merupakan komponen atau sub sistem menurut Arifin di antaranya yaitu:
1. Sistem nilai kultural yang senada dan senapas dengan Islam
2. Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera di dunia dan akhirat.
3. Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu yang didorong oleh fungsi-fungsi psikologisnya untuk berperilaku secara terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujukanya.
4. Sistem nilai tingkah laku dari makhluk (manusia) yang mengandung interrelasi atau interkomunikasi dengan yang lainnya. Tingkah laku ini timbul karena adanya tuntutan dari kebutuhan mempertahankan hidup yang banyak diwarnai oleh nilai-nilai yang motivatif dalam dirinya.

Adapun startegi dalam penanaman nilai dilalui dengan pendekatan sebab nilai erat kaitannya dengan kepentingan dan kebutuhan. Maka dalam pendekatan ini, seorang pendidik diharapkan mampu melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Menciptakan situasi kehidupan sosial, dalam hal ini pelajar dihubungkan dengan lingkup sosial yang memberikan kesempatan kepadanya untuk melakukan pilihan dan merasakan akibat dari pilihan itu bagi dirinya dan masyarakat
2. Memberi kesempatan bagi pelajar berdasarkan pengalamannya untuk merenungkan dan memikirkan berbagai konsekuensi dari apa yang diterimanya dan yang tidak diterimanya suatu nilai dalam kehidupan masyarakat dimana pribadi pelajar itu berada.
3. Memberi kesempatan kepada pelajar untuk merasakan faedah dari diterimanya suatu nilai dalam hubunganya dengan kehidupan bersama.
4. Mendorong pelajar melalui pemberian penghargaan dan pujaan untuk mengamalkan nilai yang telah dipahami dan mulai diterima.

Begitu juga di dalam sistem pendidikan nilai mempunyai makna dan tidak sarat makna, arti pendidikan nilai dalam pandangan Rohmat Mulyana pendidikan nilai adalah pendidikan yang mencakup keseluruhan aspek sebagai pengajaran atau bimbingan kepada peserta didik agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten.
Pengertian ini menunjukan bahwa hubungan antara subjek dengan objek, memiliki arti penting dalam kehidupan objek. Di dalam pandangan Syamsul Ma’arif dalam buku pendidikan puralisme di Indonesia mengatakan pendidikan nilai adalah pendidikan yang mencoba mengembangkan potensi kreatif peserta didik, tidak hanya persoalan fakta, kebenaran ilmiah rasional, tetapi menyangkut masalah yang lebih bersifat afektif dari pada kognitif.

Jadi sangatlah jelas bahwa pendidikan nilai sangatlah amat penting, merupakan upaya penyadaran bersama untuk mengetahui kualitas pribadi. Adapun untuk menekankan pelaksanaan pendidikan nilai di sekolahan, yang merupakan lingkungan pendidikan, antara lain karena di alami adanya pergeseran dan perubahan-perubahan sistem nilai maupun nilai-nilai sendiri dalam masyarakat dewasa ini. Maka pendidikan nilai merupakan alternatif untuk mengentaskan persoalan-persoalan yang kurang terhadap kesadaran, terutama penanaman nilai di sekolah.

Peranan pendidikan nilai sangat di butuhkan sebagai upaya penyadaran individual dan sosial, karena dengan pendidikan nilai lingkungan hidup diharapkan peserta didik mampu sadar ekologisnya:
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِين

"Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan jangalah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan". (Q.S. Al Qashash/28: 77).

Tujuan pendidikan nilai lingkungan hidup dimaksudkan supaya peserta didik memahami, menyadari dan mengalami nilai-nilai serta mampu menempatkannya secara integral dalam kehidupan tentang lingkungan yang akhirnya dapat menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ خَيْرٌ مِنْهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى الَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ إِلَّا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

"Barang siapa datang setelah mengerjakan kebaikan, maka baginya (pahala) yang lebih baik daripada kebaikanya itu; dan barangsiapa datang setelah mengerjakan kejahatan, maka orang-orang yang telah berbuat kejahatan itu tidak diberi balasan, kecuali apa yang telah mereka kerjakan (seimbang)". (Q.S Al Qashash/28: 84).


B. PENANAMAN NILAI EKOLOGI UNTUK ANAK USIA PRASEKOLAH
1. Anak Usia Prasekolah
Fase pra sekolah adalah fase yang akan di alami setiap anak setelah masa menyusui. Pada fase ini merupakan masa eksplorasi bagi anak yang mengalami perkembangan cepat dalam berbicara, ingin selalu bergerak, senantiasa ingin memiliki sesuatu secara egois. Fase para sekolah yaitu usia antara 3 sampai 6 tahun dan merupakan bagian dari anak usia dini yang berada pada rentangan usia lahir samapi 6 tahun. Pada usia ini secara triminologi disebut sebagai anak usia pra sekolah.
Anak usia pra sekolah merupakan fase bagi anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa kepekaan adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakan dasar pertama dalam mengmbangakan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Maka dari itu di butuhkan stimulus yang sesuai dengan potensi anak dalam masa perkembangannya, selayaknya seorang pendidik mengajarkan anak-anaknya cara berbicara, berjalan, bagaimana bermain dan berolah raga.
1. Dasar pendidikan untuk anak usia pra sekolah ini juga sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 yaitu "taman kanak-kanak (TK) menyelenggarakan pendidikan untuk mengembangkan keperibadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik".
Orientasi pendekatan pembelajaran untuk anak usia pra sekolah haruslah sesuai dengan sasaran, maka kita perlu mengingat adanya fungsi pendidikan pra sekolah, tujuan dalam pandangan Frobel yang dikutip oleh M. Arifin dalam bukunya kapita selekta pendidikan Islam mendirikan taman kanak-kanak yaitu:
1. Memberikan pendidikan yang lengkap kepada anak-anak (3-6 tahun) sesuai dengan perkembangannya yang wajar.
2. Memberi pertolongan dan bimbingan kepada para ibu dalam mendidik anak-anaknya.
3. Mendidik dan menyiapkan para calon ibu dalam teori dan praktis untuk menjadi pemimpin TK dan untuk tugasnya sebagai ibu.
Sedangkan fungsi pendidikan pra sekolah adalah:
1. Memperluas sikap dan matra sosialitas anak yang berorientasi dengan sikap dan matra individualitasnya secara harmonis.
2. Melaksanakan amanat pendidikan dari orang tua anak dalam arti mengembangkan pribadinya melalui proses belajar mengajar secara formal untuk memperoleh unsur-unsur dasar ilmu pengetahuan dengan pengenalan anak kepada alam sekitarnya.
3. Mempersiapkan anak dengan pengalaman-pengalaman, sikap dan kemampuan untuk memasuki masa sekolah yang sebenarnya.
Sedangkan karakteristik anak usia pra sekolah menurut Snowman yang di kutip oleh Soemiarti Patmonodewo menjelaskan bahwa ciri-ciri anak usia pra sekolah yang ada di taman kanak-kanak meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.
Target pendidikan anak usia pra sekolah adalah agar mampu mendapatkan yang terbaik dan orang yang mengemban proses pendidikan mampu berbuat sesuatu sesuai intelektual dan bisa mengadakan persesuaian dengan lingkungan. Menurut Hasan Langgulung ada 6 (enam) aspek yang harus diperhatikan dalam mendidik anak yaitu:
1. Aspek intelektual
2. Aspek umur, taman kanak-kanak harus menjadi tempat dimana anak-anak merasa aman, tentram dan merasa bahwa ia mendapat sesuatu yang bermanfaat.
3. Aspek sosial, merasa mengadakan hubungan dengan anak yang biasanya bersifat egoistik, merasa memiliki dunia oleh sebab itu ia masih selalu menerima
4. Aspek jasmani, taman kanak-kanak harus menyediakan kurikulum yang dapat mengembangkan badan sehat.
5. Aspek keindahan (estetik), hampir semua gerakan dan suasana kanak-kanak bisa dipersiapkan dengan indah.
6. Aspek moral juga yang perlu di kembangkan dalam kurikulum taman kanak-kanak.
Pendekatan pembelajaran untuk anak usia pra sekolah di lakukan dengan berpedoman pembiasaan dan kemampuan dasar yang ada pada anak. Pendekatan dan pembelajaran pada taman kanak-kanak dan raudhatul atfhal hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1. Pembelajaran berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak.
2. Berorientasi pada kebutuhan anak.
3. Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain
4. Mengunakan pendekatan tematik
5. Kreatif dan inovatif
6. Lingkungan kondusif.
7. Mengembangkan kecakapan hidup.
Pendidikan anak usia pra sekolah merupakan pembinaan dan pembelajaran yang berorientasi pada anak didik, membentuk pertumbuhan dan perkembanganya serta mengembangkan potensi dan bakatnya untuk menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia serta untuk mewujudkan bangsa yang beradab.
2. Penanaman Pendidikan Nilai Ekologi
Agama Islam adalah "rahmatan lil’alamin" artinya agama yang membawa manfaat bagi seluruh alam. Taman kanak-kanak sebagai lembaga pra sekolah yang merupakan bagian terpenting dari rangkaian sistem sebagai upaya mengantarkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan dasar.
Dalam pembelajaran di usia pra sekolah atau TK merupakan bentuk pendidikan yang menyediakan program kegiatan belajar mengajar yang utuh. Pada jenjang pendidikan TK potensi anak-anak yang berhubungan dengan kecerdasan (intellegence), keterampilan (skill), bahasa (language), perilaku bersosialisasi (social behaviour), fisik (motorik) maupun kesenian (estetika) mulai tumbuh dan berkembang.
Maka Lingkup penanaman pendidikan nilai ekologi dapat diselaraskan melalui lingkup materi pendidkan. Adapun secara umum lingkup materi pendidikan nilai ekologi yaitu; materi keimanan, materi spiritual, materi sosial kemasyarakatan, materi rasio atau intelektual, masteri jasmani dan materi estetika.
Penanaman nilai ekologi dapat melalui berbagai metode yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran di antaranya yaitu :
1. Metode Bermain
Pada masa ini anak lebih cenderung suka dengan permainan, maka tidak heran kalau di Taman Kanak-Kanak (TK) dianggap sebagai tempat belajar dan bermain.
a) Metode sosiodrama atau sentra peran yaitu dengan cara mendramatisasikan tingkah laku tertentu atau peran sebagai simulasinya. Yakni anak diajak berperan menjadi orang baik atau bijak terhadap lingkungan. Berperan menjadi hewan kesayangan atau memperagakan sifat dan tingkah laku hewan.
b) Metode sentra dan lingkaran yang merupakan salah satu metode pembelajaran dalam mendidik anak yang mengedepankan konsep bermain. Dalam metode ini, alat-alat dan bahan-bahan main dikelompokan dalam beberapa sentra sesuai kebutuhan, semisal sentra balok: anak disuruh membuat rumah dan kebun dari balok sesuai daya imanjinasinya. Anak-anak diajak bermain dengan visualisasi binatang dan memanfaatkan alat dan bahan dari lingkungan sekitar. Anak diajak membuat alat permaian dari bahan bekas.
2. Metode Bercerita
Disini peran guru sangat berpengaruh sebab guru merupakan sentral pembelajaran. Metode ceritan merupakan teknik menuturkan atau menyampaikan secara lisan, guru memberikan kisah pelajaran dengan bahasa lisan. Bercerita untuk menghargai teman dan lingkungan dan bercerita seputar dunia binatang dan tumbuhan serta kisah-kisah teladan.
Dengan metode cerita penyerapan nilai ekologi untuk anak bertujuan sebagai daya latih mengungakap kemampuan berfikir dan daya kosentrasi. Membantu perkembagan daya imanjinasi dan menciptakan suasana yang menyenangkan dan akrab terhadap buku, hewan, tumbuhan dan kisah-kisah teladan.
3. Metode Demontrasi
Melalui metode demontarasi diharapkan memberikan ilustrasi dalam menjelaskan informasi kepada anak. Misalnya: guru mempraktekan membuang sampah pada tempatnya atau menyapu lantai. Bahkan membuat alat pembelajaran dari sisa-sisa sampah.
Peran guru sangat berpengaruh besar dalam metode demontrasi, maka guru diharapkan menjadi suri tauladan bagi anak didiknya. Melalui metode demontrasi dalam penghayatan nilai ekologi di harapkan anak bisa merangsang anak Untuk aktif berpeilaku ramah terhadap kotoran dan mengetahui kebenaran jika kita membuang sampah tidak pada tempatnya akan menyebabkan kekumuhan di kelas dan meninmbulkan penyebaran nyamuk.
4. Metode Pembiasaan
Metode pembiasan merupakan hal terpenting sebab akan membentuk kepribadian anak. Memiliki pembiasaan yang bijak dan arif dapat dibiasakan oleh siswa baik di sekolah, keluarga maupun dengan lingkungan hidupnya. Melalui metode pembiasaan para guru atau pendidik di TK Cahaya Ilmu memberikan suri tauladan terhadap pengamalan nilai ekologi.
Anak dibiasakan untuk berperilaku ramah terhadap sesama, hewan dan tumbuhan serta semua hal yang melingkupinya. Diajak berperilaku sesuai dengan yang di syariatkan ajaran agama islam, seperti: membuang sampah pada tempatnya, adab setelah makan dan minum.
5. Metode Karya Wisata
Metode ini diberikan kepada anak-anak dengan cara mengenalkan bahwa alam semesta merupakan hasil ciptaan allah yang tiada duanya. Memberikan perhatian kepada anak sesuai dengan realitas, yang meliputi: anak-anak diajak ke kebun binatang untuk melihat dan mampu menyebutkan nama-nama binatang yang ada didalamnya dan mampu untuk menghargai mahluk lain.
Melalui metode karya wisata maka akan timbul rasa ingin tahu dan kesadaran. Guru sangat berperan untuk menjelaskan berbagai nama binatang, makanannya, dan lain-lain. Maka guru dapat memberikan nilai ekologi bahwa semua binatang merupakan ciptaan Allah dan wajib bagi anak untuk menghargai dan merawat semua binatang yang ada didunia ini.


IV. KESIMPULANDari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendidikan nilai lingkungan merupakan penekanan keseluruhan aspek sebagai pengajaran agar anak didik menyadari niali kebenaran, kebaikan dan keindahan serta proses pembelajaran yang menghasilkan perubahan tingkah laku dan sikap untuk menghargai lingkungan hidup dari mikrokosmos hingga makrokosmos. Pendidikan nilai ekologi merupakan integrasi tujuan pendidikan islam yaitu hubungan teosentrisme, antrposentrisme dan ekosentrisme atau dapat menyelaraskan hubungan tiga dimensi antara tuhan, manusia dan alam
2. Penanaman pendidikan nilai ekologi dapat melalui lingkup materi pendidikan dan mengunakan metode BCCT atau yang lebih di kenal dengan metode sentra dan metode bahan alam serta model metode pembelajaran yan grelevan untuk mengenalkan pentingnya menjaga dan merawat serta mencintai lingkungan. Walaupun masih ditemui berbagai kekurangan, namun dapat dimaklumi sebab penyelengara pendidikan bukan memfokuskan kepada alam seperti halnya sekolah alam


V. PENUTUP

Demikianlah makalah yang penulis buat, tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Penulis sadar ini adalah proses dalam menempuh pembelajaran untuk mencari ridho Illahi Rabbi. Maka penulis berharap kritik serta saran yang bisa membangun demi kesempurnaan makalah.


DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, M. Amin, Falsafah Kalam Di Era Postmodern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997, Cet II
Abdurrahman, Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990
Alim, Sahirul, Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi Dan Islam, Yogyakarta: Titian Illahi Press, 1996
Arifin H. M, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
...................Kapita Selekta Pendidikan (Islam Dan Umum), Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Aziz, Sholeh Abdul dan Abdul Aziz Abdul Madjid, Al-Tarbiyah Waturuqu Al-Tadris, Juz I, Mesir: Darul Ma’rif, 1979
Baidhawy, Zakiyuddin, Ambivalensi Agama, Konflik Dan Nirkekerasan, (Sumpang: LESFI, 2002
Brotowidjoyo, Muhayat Djarubito, biologi, Editor: Dian P. Sihotang, Andri Wahyu Wedaningtyas dan Jessica Rillanry, Jakarta: Erlangga, 1994
Budiharjo, Eko Dan Sudanti Hardjohubojo, Kota Berwawasan Lingkungan, Bandung: Anggota IKAPI, 1993
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 1999
Draf Final Kurukulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-Kanak Dan Roudhatul Athfal, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2004
Fadjar, A. Malik, Holistik Pemikiran Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005
Fakih, Mansour, "Komodifikasi Pendidikan Sebagai Ancaman Kemanusiaan", dalam pengantar buku Francis X Wahono, Kapitalisme Pendidikan; Antara Kompetisi Dan Keadilan, Yogyakarta: Insist Press, Cindelaras, berkerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2001
Frondzi, Riseri, Pengantar Filsafat Nilai, Terj. Cuk Ananta Wijaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Komisi Pendidikan KWI/MNPK, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, Penyunting EM. K. Kaswardi, Jakarta: Grasindo,1993
Langgulung, Hasan, Pendidikan Dan Peradaban, Jakarta: al Husna, 1985
McDanald, Frederick. Y. ., Educational Psychology, California: Wadswort Publishing, 1959
Mulyana, Rohmat, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung: CV. Alfabeta, 2004
Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak Pra Sekolah, (Jakarta: Rineke Cipta, 2000
Qardhawi, Yusuf, Islam Agama Ramah Lingkungan, Jakarta: Pustaka al Kautsar, 2002
Rahardja, Prathama, Ilmu Pengetahuan Sosial, Geografi Dan Kependudukan 2, Klaten: PT Intan Pariwara, 1991
Shihab, Alwi, Islam Inklusif, Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1999, Cet V
Soemarwoto, Otto, Analisis Dampak Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2005, Cet. XI
Soedijarto, Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan Dan Bermutu (Kumpulan Tentang Pemikiran Dan Usaha Meningkatkan Mutu Dan Relevansi Pendidikan Nasional), Jakarta: Balai Pustaka, 1993
Subandriyo, Toto, Mengelola Resiko Kekeringan, Suara Merdeka, Rabu 12 September 2007
Syamsul Ma’arif, Pendidikan Pluralisme Di Indonesia, Yogyakarta: LOGOS PUSTAKA, 2005
Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, Cet III
Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan; Menguarai Akar Tradisi Dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004
Toha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996
Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003, Tentang Sisitem Pendidikan Nasional, Semarang: Aneka Ilmu, 2003
Ulwan, Abdullah Nasih, Tarbiyah Al Aulad Fi Al Islam, Terj. Jamaludin Mirri, "Pendidikan Anak Dalam Islam", Jakarta: Pustaka Nun, 1999
.
Warahana, Wisnu Arya, Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004), Edisi Revisi III
Widuri, Rachma Tri dan Praminto Moehayat, Perubahan Iklim Dan Restorasi Ekosistem, Kompas, Jakarta, 22 September 2007
Kongres Ilmu Pengetahuan, Kompas, Jakarta, 26 September 2007
Ummu Rosyidah, Pendidikan Pra Sekolah Untuk Si Kecil, Majalah As Sunnah, Solo, Yayasan Lajnah Istiqomah, Surakarta, 2004
http://www.menlh.go.id/pendidikanlh/metode/komponen.php