Waktu sudah hampir sore. Banyak lalu-lalang manusia pulang dari kerja. Seperti burung di pagi hari mencari makan, sore pulang dengan rasa kenyang dan malampun dia istirahat.
Aku melihat mereka. “Pasti Kelelahan”, kataku. Jalan ini sudah dipenuhi produk globalisasi. Seperti keteranganku sebelumnya. Diriku tetap enjoy berjalan diatas aspal yang tidak panas. Memandangi mereka para penghuni jalan.
Sambil berjalan menuju persingahan, aku akan bercerita sedikit kepadamu. Melanjutkan cerita di pagi hari. Namun aku hanya mengambarkan suatu yang menjadi visi besar agama Islam. Menjadi mayarakat yang baldatun thoyibatun wa robbun ghofur.
Ya...seperti inilah globalisasi juga merambah masyarkaat muslim yang indentik dengan nilai-nilai ketahuidan.
Perubahan dunia yang begitu cepatnya semakin merambah tradisi dan nilai yang diemban oleh masyarakt muslim. Segala hal produk globalisasi menjadi barang yang mudah dikemas untuk perdagangkan. Pada akhirnya menyebabkan masyarakat muslim menjadi konsumen.
Tentu ada dampak dari arus perubahan zaman yang melanda masyarakat muslim. Aku hanya menjelaskan tentang generasi muda saja, ya...karena aku seorang pemuda. Ditangan kita ada kekuatan yang semoga dapat merubah tatanan masyarakat yang di ridhoi Allah.
Contohnya gini, sekarang banyak merebak buku, majalah, siaran radio, televisi dan internet yang banyak mengemas kisah remaja dengan kisah romatismenya. Tahukah engkau, apa itu romantisme..?.
Ya..gitu deh, kisah remaja dengan model keremajaan yang mengarahkan pemuda dan pemudi merasa menikmati kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan cinta.
Bahwa cinta digambarkan dengan hubungan sesuatu yang baru yaitu hubungan pemuda dan pemudi. Di mana kau sayang aku, juga sebaliknya aku sayang kamu.
Coba sana lihat di televisi. Banyak sinetron dan film yang semuanya mengambarkan kisah cinta dari tingkat SD hingga Mahasiswa bahkan orang tua.
Kisah-kisah cinta remaja yang telah dikemas sedemikian rupa, tak pelak akan mempengaruhi remaja muslim yang beranjak dewasa. Betul ngak, alah jangan sok tahu kamu.
Kisah remaja yang sekarang ini telah di kemas dalam keadaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam. Semisalnya kisah cinta yang dibumbui dengan cerita asmara dengan melakukan adegan-adegan yang dilarang syari’at contohnya berpegangan tangan dengan mesranya, berpelukan, berciuman dan bahkan samapi melakukan hubungan intim.
Inilah pergaulan pemuda sekarang. Biar di bilang modern, harus berdandan feminim dan sexy. Biar di bilang modern pakai pakaian yang terbuka. Biar di bilang modern pakai pemutih dan lipstik tebal.
Jika sampai demikian tentu saja diprediksikan generas-generasi islam yang menjadi harapan masa depan akan mengalami kemunduran dan kemrosotan akhlak. Generasi islam akan kehilangan jati dirinya, hidup dalam kehinaan dan kemunduran peradaban. Aku merasakan hal itu, apakah engkau juga demikian.
Jika kita menyaksikan generasi islam, maka terlihat sekali bahwa sebagaian mereka berada pada keadaan yang sangt memprihatinkan, mereka bagaikan kapal tanpa nahkoda yang terbawa riak gelombang, suka berfoya-foya dan hura-hura di masa remajanya dan mereka tidak memiliki nilai-nilai yang menjadi peganggan. Aku merasakan hal itu, apakah engkau juga demikian.
Banyak generasi pemuda islam terpengaruh budaya barat (globalisasi) tanpa menyaringnya dulu sikap individual dan kebebasan telah menjadi cirinya. Kebanyakan mereka telah terjebak pada kehidupan yang hanya sekedar berfoya-foya, membuang-buang waktu dengan tanpa manfaat, dan bersikap hura-hura tanpa tahu kehidupan di keesokan harinya. Aku merasakan hal itu, apakah engkau juga demikian.
Sesungguhnya islam (antara kau dan aku) menaruh harapan yang besar kepada pemuda untuk menjadi pelopor dan penerus serta pengerak dakwah islam. Pemuda merupakan kelompok masyarakat yang memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya, diantaranya mereka masih bersih dari pencemaran akidah dan pemikiran sesat, memiliki semangat yang kuat dan kemampuan mobilitas yang tinggi.
Demikian itulah seorang pemuda yang menjadi harapan islam, pemuda yang mampu melakukan kativitas perubahan untuk memperbaiki sistem dan merubah tatanan yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Hampir lima menit aku telah melalui jalan-jalan ini. Masih ada beberapa menit untuk dapat sampai ke rumah. Seperti pekerja yang lelah ingin segera samapi rumah, supaya dapat istirahat.
Mari kita lanjutkan perjalanan kita. Tapi supaya lebih menarik, mari kita tersenyum bersama. Semoga dengan senyuman ini kita semakin lebih dewasa dalam berfikir. Memang kita akui globalisasi dan pasar bebas menjadi tema yang menarik dibicarakan dalam masyarakat.
Disadari atau tidak, globalisasi yang merupakan bentuk baru dari perkembangan kapitalisme yang akan menimbulkan penindasan (oppression) dan penghisapan (computation), tetapi secara manusiawi (humanly) seringkali menyenangkan orang.
Globalisasi menjadi kekuatan yang akan terus meningkat sehingga menyentuh hampir ke setiap aspek kehidupan sehari-hari. Hanya sebagian kecil saja umat manusia yang mampu memelihara nilai-nilai, tradisi, kebudayaan, kelembagaan, ritual dan simbol-simbol mereka, sedangkan yang lain terhanyut dalam arus global.
Hal ini disebabkan karena kekuatan media informasi yang memudahkan orang dengan budaya masing-masing menjalin komunikasi timbal balik di seluruh penjuru dunia sehingga mempengaruhi pola hidup secara luas dan jauh. Betulkan, kata juga apa. Bahwa kita sekarang hidup lebih mudah.
Berbagai problem dan krisis yang dialami umat islam yang sekarang ini terjadi di melenium ketiga merupakan krisis komplek dan multidimensional. Krisis ekonomi, kerusakan lingkungan, kekerasan, dehumanisasi, kriminlaitas dan moral mejadi isu internasional khususnya untuk umat Islam.
Termasuk krisis yang dialami generasi pemuda yang kehilangan jati diri dan makna hidupnya. Kita mengalami krisis, harusnya bagaimana dong. Tambah pusingkan, ayo lanjutkan perjalanannya.
Globalisasi sejalan paralel dengan proses industrialisasi dan modernisasi di berbagai negara. Teknologi informasi dan sistem perdagangan dunia adalah di antara faktor-faktor yang memberikan kontribusi bagi percepatan globalisasi di berbagai tempat.
Dari proses tersebut menghasilkan paradigma yang tidak selaras dengan paradigma islam, sebab menempatkan globalisasi pada wilayah pengguasaan atau mereduksi budaya yang cenderung bebas dan kapitalistik.
Dampak yang paling mencolok terhadap arus perubahan budaya yaitu hadirnya teknologi. Siaran-siaran telivisi yang menyuguhkan acara-acara untuk kaula muda yang lebih cenderung pada pembelajaran cinta yang keblabasan. Media telah menyebarkan imej negatif kepada generasi muda semisal; pacaran, hari gini belum punya pacar ngak zamanyalah. Paling parahnya kisah cinta disuguhkan untuk permirsa atau penonton yang belum cukup umur.
Memang aku mengaakuinya bahwa globalisasi merupakan sistem pasar sehingga tidak peduli pada etika dan nilai yang berkembang dimasyarakat, yang dicari hanya keuntugan. Gimana dengan dirimu, apakah sudah merasakan. Coba pejamkan mata dan rasakan.
“Hari gini belum punya pacar, ngak zamanya gitu”, tak heran ungkapan seperti itu semakin populer dan mengakibatakn proses keberlanjutan yaitu para remaja atau pemuda terjebak pada keinginan untuk memiliki pacar. Bahkan ironisnya banyak pemuda terjebak pada pergaulan bebas dan paling parahnya mereka sampai rela melakukan apapun untuk mendapatkan kekasih pujaan hati.
“Tak kenal maka tak sayang”, ungkapan yang sudah berkembang di masyarakat, imej kata menjadi booming dikalangan kaum muda. Kemudian mereka terperangkap pada hubungan yang tidak semestinya, yang kemudian di istilahkan dengan pacaran.
Hubungan yang tidak hanya sekedar saling untuk mengenal akan tetapi sampai kepada hubungan saling mencintai dengan rasa kasih dan sayang antara laki-laki dan perempuan. Ya..seperti layaknya orang sudah menikalah. Cuman bedanya hanya tertulis dan tidak tertulis.
Pacaran merupakan akar kata dari “pacar” dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Dalam bahasa arab istilah pacaran dikenal dengan “tahabub” yang memiliki arti bercinta, kasih sayang yaitu pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.
Semuanya mengambarkan rasa saling mencintai, bahkan dalam mahligai perkawinan landasan yang dipakai yaitu pacaran. Di dalam pacaran terdapat hal untuk membangkitkan rasa cinta, disitulah yang letak kesalahan mengapa kata “pacaran”menjadi sesuatu yang negatif.
Ini dapat di teropong mengapa imej pacaran menjadi suatu hal yang negatif sebab terdapat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan syariat islam. Para pelaku pacaran berawal melalui perkenalan.
Menurutku, islam tidak melarang seseorang untuk mengenal dengan yang lainnya, termasuk lawan jenis yang bukan mahramnya. Bahkan islam menganjurkan umatnya untuk saling kenal mengenal demi rasa persatuan atau berjamaan. Karena kekuatan islam terletak pada rasa al-ikhwan atau persaudaraan. Mari kita buka lembaran al- Qur’an surat al-Hujuraat ayat 13:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Melalui proses perkenalan inilah seseorang kemudian berlanjut pada hubungan sahabat yaitu hubungan sebagai kelanjutan dari proses perkenalan. Melalui proses hubungan yang intens atau berlangsung lama maka akan menciptakan sebuah hubungan yang tidak hanya saling mengenal, akan menumbuhkan sikap solidaritas yang tinggi untuk saling menghargai dan berkerja sama.
Sebenarnya didalam Islam rasa persaudaraaan yang terjalin dari persahabatan sangat didukung bahkan diwajibkan asalkan untuk berbuat kebajikan dan tolong menolong dalam kebaikan.
Dari proses persahabatan kemudian dapat berlanjut pada proses jatuh cinta. Islampun tidak melarang umatnya untuk jatuh cinta bahkan menganjurkan umatnya untuk saling mencintai. Sebab perasaan cinta timbul dari rasa manusiawi, manusia mencintai keindahan dan keindahan menimbulkan rasa cinta itulah hakekat kehidupan.
Kemudian pertanyaan muncul “dimana letak kesalahan mengapa pacaran menjadi kata yang begitu negatif ?”. Sebenarnya letak kesalahan yaitu pola yang “berlebihan” dalam artian memaknai pacaran menjadi sesautu kebebasan (freedom) dan nilai tanggung jawab serta belum adanya ikatan yang menjadi sebuah konskwensi.
Dengan demikian laju perkembangan proses diatas berlanjut pada hubungan yang dilarang oleh syariat semisalnya; rasa manusiawi untuk mencintai kemudian timbul pada perbuatan yang senonoh atau dengan kebebasan yaitu berdua-duaan di tempat sepi, atau bahkan berlanjut kepada hubungan intim yang bukan mahramnya.
Islam sendiri memberikan banyak toleransi semisal dalam pandangan mata pertama sebagai suatu hal yang memuji keindahan dalam hati.
Inilah realita yang sudah menjadi bukti yang tak dapat di pungkiri. Kaum muda mudi yang berpacaran (sebelum nikah) yang justru banyak ”mengobral cinta”. Matanya, telinganya, kata dan tingkah polahnya, semua mengumbar cinta. Mereka pandai menciptakan nuansa-nuansa syahdu dan romatis.
Merasa dunia hanya milik berdua, ada canda dalam setiap perjumpaan, ada sms cinta, ada chatting cinta, ada kata cinta, ada masjid cinta, ada majlis cinta. Semuanya menjadi kekuatan yang di sebut “cinta”.
Aku hanya tahu bahwa cinta itu “fitrah”. Cuman definisi aja yang menyebabkan kata cinta semakin teraniyaya. Apakah kau juga merasakan cinta, karena akupun merasakan cinta.
Lihat ada gadis cantik lewat, tapi sudah ada yang mendampingi. Eh jangan di ganggu he he. Genersi pemuda islam dalam keniscayaan globalisasi ini tentu tidak ingin memudarkan karaterisitik dan nilai serta fungsi tujuan islam rahmatal lil’alamin yang menjadi harapan masyarakat dunia.
Pemuda dan pemudi islam menyandang beban untuk mempertahankan nilai-nilai islam sekaligus culture atau adab yang menjadi sumber otoritas. Itulah antara aku dan kau.
Kita sebagai generasi pemuda islam harus mengambil sikap antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Setidaknya kita harus membekali dirinya dengan kemampuan berinteraksi al-Qur’an dan al-Hadis, kultur atau budaya yang memiliki berbagai ragam nilai.
Oleh sebab itu, generasi pemuda islam harus segera berbenah diri untuk responsif terhadap tantangan zaman dan menjadi generasi yang memiliki orintasi pada nilai islam (value orinted islamic).
Ternyata sudah lama kita berjalan. Hampir lima belas menit kita berjalan. Itu lihat, rumahku sudah nampak, hanya tingal beberapa langkah lagi.
Eh...kelupaan, sebelum aku masuk ke rumah. Tadi kita hanya membincang globalisasi dan pemuda. Ingat ya...hanya antara kau dan aku. Di tangan kita ada api semangat yang dapat mengobarkan panji-panji Islam.
Apa aku tahu judul diatas yang tampak aneh. Itu lho kata “adelio”, berasalah dari bahasa Spanyol yang berarti “pangeran mulia”. Karena semangat visi besar untuk menjadi yang paling mulia di mata Allah. Senantiasa gengamlah selalu, “visi besarmu”.
Da..da..da...aku sudah di depan pintu rumah. Dan akupun menemui Ibuku yang ada di dapur. Sedang masak makanan untuk para anak-anaknya. Globalisasi dan kepemudaan he he he. Ingat...!
Ketika kita memiliki visi yang memiliki kekuatan besar, kita dapat menaklukan dunia dan itu ada pada gengaman sesuai dengan kehendak kita.
Karena dunia secara hakiki memiliki hakikat “energi”. Maka kita dapat menarik energi itu dengan visi besar kita. Dengan energi itu pula kita mampu memanfaatkannya menjadi suatu kekuatan untuk membangun dan menciptakan nilai peradaban.
Perubahan dunia yang begitu cepatnya semakin merambah tradisi dan nilai yang diemban oleh masyarakt muslim. Segala hal produk globalisasi menjadi barang yang mudah dikemas untuk perdagangkan. Pada akhirnya menyebabkan masyarakat muslim menjadi konsumen.
Tentu ada dampak dari arus perubahan zaman yang melanda masyarakat muslim. Aku hanya menjelaskan tentang generasi muda saja, ya...karena aku seorang pemuda. Ditangan kita ada kekuatan yang semoga dapat merubah tatanan masyarakat yang di ridhoi Allah.
Contohnya gini, sekarang banyak merebak buku, majalah, siaran radio, televisi dan internet yang banyak mengemas kisah remaja dengan kisah romatismenya. Tahukah engkau, apa itu romantisme..?.
Ya..gitu deh, kisah remaja dengan model keremajaan yang mengarahkan pemuda dan pemudi merasa menikmati kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan cinta.
Bahwa cinta digambarkan dengan hubungan sesuatu yang baru yaitu hubungan pemuda dan pemudi. Di mana kau sayang aku, juga sebaliknya aku sayang kamu.
Coba sana lihat di televisi. Banyak sinetron dan film yang semuanya mengambarkan kisah cinta dari tingkat SD hingga Mahasiswa bahkan orang tua.
Kisah-kisah cinta remaja yang telah dikemas sedemikian rupa, tak pelak akan mempengaruhi remaja muslim yang beranjak dewasa. Betul ngak, alah jangan sok tahu kamu.
Kisah remaja yang sekarang ini telah di kemas dalam keadaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai islam. Semisalnya kisah cinta yang dibumbui dengan cerita asmara dengan melakukan adegan-adegan yang dilarang syari’at contohnya berpegangan tangan dengan mesranya, berpelukan, berciuman dan bahkan samapi melakukan hubungan intim.
Inilah pergaulan pemuda sekarang. Biar di bilang modern, harus berdandan feminim dan sexy. Biar di bilang modern pakai pakaian yang terbuka. Biar di bilang modern pakai pemutih dan lipstik tebal.
Jika sampai demikian tentu saja diprediksikan generas-generasi islam yang menjadi harapan masa depan akan mengalami kemunduran dan kemrosotan akhlak. Generasi islam akan kehilangan jati dirinya, hidup dalam kehinaan dan kemunduran peradaban. Aku merasakan hal itu, apakah engkau juga demikian.
Jika kita menyaksikan generasi islam, maka terlihat sekali bahwa sebagaian mereka berada pada keadaan yang sangt memprihatinkan, mereka bagaikan kapal tanpa nahkoda yang terbawa riak gelombang, suka berfoya-foya dan hura-hura di masa remajanya dan mereka tidak memiliki nilai-nilai yang menjadi peganggan. Aku merasakan hal itu, apakah engkau juga demikian.
Banyak generasi pemuda islam terpengaruh budaya barat (globalisasi) tanpa menyaringnya dulu sikap individual dan kebebasan telah menjadi cirinya. Kebanyakan mereka telah terjebak pada kehidupan yang hanya sekedar berfoya-foya, membuang-buang waktu dengan tanpa manfaat, dan bersikap hura-hura tanpa tahu kehidupan di keesokan harinya. Aku merasakan hal itu, apakah engkau juga demikian.
Sesungguhnya islam (antara kau dan aku) menaruh harapan yang besar kepada pemuda untuk menjadi pelopor dan penerus serta pengerak dakwah islam. Pemuda merupakan kelompok masyarakat yang memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya, diantaranya mereka masih bersih dari pencemaran akidah dan pemikiran sesat, memiliki semangat yang kuat dan kemampuan mobilitas yang tinggi.
Demikian itulah seorang pemuda yang menjadi harapan islam, pemuda yang mampu melakukan kativitas perubahan untuk memperbaiki sistem dan merubah tatanan yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Hampir lima menit aku telah melalui jalan-jalan ini. Masih ada beberapa menit untuk dapat sampai ke rumah. Seperti pekerja yang lelah ingin segera samapi rumah, supaya dapat istirahat.
Mari kita lanjutkan perjalanan kita. Tapi supaya lebih menarik, mari kita tersenyum bersama. Semoga dengan senyuman ini kita semakin lebih dewasa dalam berfikir. Memang kita akui globalisasi dan pasar bebas menjadi tema yang menarik dibicarakan dalam masyarakat.
Disadari atau tidak, globalisasi yang merupakan bentuk baru dari perkembangan kapitalisme yang akan menimbulkan penindasan (oppression) dan penghisapan (computation), tetapi secara manusiawi (humanly) seringkali menyenangkan orang.
Globalisasi menjadi kekuatan yang akan terus meningkat sehingga menyentuh hampir ke setiap aspek kehidupan sehari-hari. Hanya sebagian kecil saja umat manusia yang mampu memelihara nilai-nilai, tradisi, kebudayaan, kelembagaan, ritual dan simbol-simbol mereka, sedangkan yang lain terhanyut dalam arus global.
Hal ini disebabkan karena kekuatan media informasi yang memudahkan orang dengan budaya masing-masing menjalin komunikasi timbal balik di seluruh penjuru dunia sehingga mempengaruhi pola hidup secara luas dan jauh. Betulkan, kata juga apa. Bahwa kita sekarang hidup lebih mudah.
Berbagai problem dan krisis yang dialami umat islam yang sekarang ini terjadi di melenium ketiga merupakan krisis komplek dan multidimensional. Krisis ekonomi, kerusakan lingkungan, kekerasan, dehumanisasi, kriminlaitas dan moral mejadi isu internasional khususnya untuk umat Islam.
Termasuk krisis yang dialami generasi pemuda yang kehilangan jati diri dan makna hidupnya. Kita mengalami krisis, harusnya bagaimana dong. Tambah pusingkan, ayo lanjutkan perjalanannya.
Globalisasi sejalan paralel dengan proses industrialisasi dan modernisasi di berbagai negara. Teknologi informasi dan sistem perdagangan dunia adalah di antara faktor-faktor yang memberikan kontribusi bagi percepatan globalisasi di berbagai tempat.
Dari proses tersebut menghasilkan paradigma yang tidak selaras dengan paradigma islam, sebab menempatkan globalisasi pada wilayah pengguasaan atau mereduksi budaya yang cenderung bebas dan kapitalistik.
Dampak yang paling mencolok terhadap arus perubahan budaya yaitu hadirnya teknologi. Siaran-siaran telivisi yang menyuguhkan acara-acara untuk kaula muda yang lebih cenderung pada pembelajaran cinta yang keblabasan. Media telah menyebarkan imej negatif kepada generasi muda semisal; pacaran, hari gini belum punya pacar ngak zamanyalah. Paling parahnya kisah cinta disuguhkan untuk permirsa atau penonton yang belum cukup umur.
Memang aku mengaakuinya bahwa globalisasi merupakan sistem pasar sehingga tidak peduli pada etika dan nilai yang berkembang dimasyarakat, yang dicari hanya keuntugan. Gimana dengan dirimu, apakah sudah merasakan. Coba pejamkan mata dan rasakan.
“Hari gini belum punya pacar, ngak zamanya gitu”, tak heran ungkapan seperti itu semakin populer dan mengakibatakn proses keberlanjutan yaitu para remaja atau pemuda terjebak pada keinginan untuk memiliki pacar. Bahkan ironisnya banyak pemuda terjebak pada pergaulan bebas dan paling parahnya mereka sampai rela melakukan apapun untuk mendapatkan kekasih pujaan hati.
“Tak kenal maka tak sayang”, ungkapan yang sudah berkembang di masyarakat, imej kata menjadi booming dikalangan kaum muda. Kemudian mereka terperangkap pada hubungan yang tidak semestinya, yang kemudian di istilahkan dengan pacaran.
Hubungan yang tidak hanya sekedar saling untuk mengenal akan tetapi sampai kepada hubungan saling mencintai dengan rasa kasih dan sayang antara laki-laki dan perempuan. Ya..seperti layaknya orang sudah menikalah. Cuman bedanya hanya tertulis dan tidak tertulis.
Pacaran merupakan akar kata dari “pacar” dalam kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih. Dalam bahasa arab istilah pacaran dikenal dengan “tahabub” yang memiliki arti bercinta, kasih sayang yaitu pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.
Semuanya mengambarkan rasa saling mencintai, bahkan dalam mahligai perkawinan landasan yang dipakai yaitu pacaran. Di dalam pacaran terdapat hal untuk membangkitkan rasa cinta, disitulah yang letak kesalahan mengapa kata “pacaran”menjadi sesuatu yang negatif.
Ini dapat di teropong mengapa imej pacaran menjadi suatu hal yang negatif sebab terdapat nilai-nilai yang tidak sesuai dengan syariat islam. Para pelaku pacaran berawal melalui perkenalan.
Menurutku, islam tidak melarang seseorang untuk mengenal dengan yang lainnya, termasuk lawan jenis yang bukan mahramnya. Bahkan islam menganjurkan umatnya untuk saling kenal mengenal demi rasa persatuan atau berjamaan. Karena kekuatan islam terletak pada rasa al-ikhwan atau persaudaraan. Mari kita buka lembaran al- Qur’an surat al-Hujuraat ayat 13:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Melalui proses perkenalan inilah seseorang kemudian berlanjut pada hubungan sahabat yaitu hubungan sebagai kelanjutan dari proses perkenalan. Melalui proses hubungan yang intens atau berlangsung lama maka akan menciptakan sebuah hubungan yang tidak hanya saling mengenal, akan menumbuhkan sikap solidaritas yang tinggi untuk saling menghargai dan berkerja sama.
Sebenarnya didalam Islam rasa persaudaraaan yang terjalin dari persahabatan sangat didukung bahkan diwajibkan asalkan untuk berbuat kebajikan dan tolong menolong dalam kebaikan.
Dari proses persahabatan kemudian dapat berlanjut pada proses jatuh cinta. Islampun tidak melarang umatnya untuk jatuh cinta bahkan menganjurkan umatnya untuk saling mencintai. Sebab perasaan cinta timbul dari rasa manusiawi, manusia mencintai keindahan dan keindahan menimbulkan rasa cinta itulah hakekat kehidupan.
Kemudian pertanyaan muncul “dimana letak kesalahan mengapa pacaran menjadi kata yang begitu negatif ?”. Sebenarnya letak kesalahan yaitu pola yang “berlebihan” dalam artian memaknai pacaran menjadi sesautu kebebasan (freedom) dan nilai tanggung jawab serta belum adanya ikatan yang menjadi sebuah konskwensi.
Dengan demikian laju perkembangan proses diatas berlanjut pada hubungan yang dilarang oleh syariat semisalnya; rasa manusiawi untuk mencintai kemudian timbul pada perbuatan yang senonoh atau dengan kebebasan yaitu berdua-duaan di tempat sepi, atau bahkan berlanjut kepada hubungan intim yang bukan mahramnya.
Islam sendiri memberikan banyak toleransi semisal dalam pandangan mata pertama sebagai suatu hal yang memuji keindahan dalam hati.
Inilah realita yang sudah menjadi bukti yang tak dapat di pungkiri. Kaum muda mudi yang berpacaran (sebelum nikah) yang justru banyak ”mengobral cinta”. Matanya, telinganya, kata dan tingkah polahnya, semua mengumbar cinta. Mereka pandai menciptakan nuansa-nuansa syahdu dan romatis.
Merasa dunia hanya milik berdua, ada canda dalam setiap perjumpaan, ada sms cinta, ada chatting cinta, ada kata cinta, ada masjid cinta, ada majlis cinta. Semuanya menjadi kekuatan yang di sebut “cinta”.
Aku hanya tahu bahwa cinta itu “fitrah”. Cuman definisi aja yang menyebabkan kata cinta semakin teraniyaya. Apakah kau juga merasakan cinta, karena akupun merasakan cinta.
Lihat ada gadis cantik lewat, tapi sudah ada yang mendampingi. Eh jangan di ganggu he he. Genersi pemuda islam dalam keniscayaan globalisasi ini tentu tidak ingin memudarkan karaterisitik dan nilai serta fungsi tujuan islam rahmatal lil’alamin yang menjadi harapan masyarakat dunia.
Pemuda dan pemudi islam menyandang beban untuk mempertahankan nilai-nilai islam sekaligus culture atau adab yang menjadi sumber otoritas. Itulah antara aku dan kau.
Kita sebagai generasi pemuda islam harus mengambil sikap antisipatif terhadap perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Setidaknya kita harus membekali dirinya dengan kemampuan berinteraksi al-Qur’an dan al-Hadis, kultur atau budaya yang memiliki berbagai ragam nilai.
Oleh sebab itu, generasi pemuda islam harus segera berbenah diri untuk responsif terhadap tantangan zaman dan menjadi generasi yang memiliki orintasi pada nilai islam (value orinted islamic).
Ternyata sudah lama kita berjalan. Hampir lima belas menit kita berjalan. Itu lihat, rumahku sudah nampak, hanya tingal beberapa langkah lagi.
Eh...kelupaan, sebelum aku masuk ke rumah. Tadi kita hanya membincang globalisasi dan pemuda. Ingat ya...hanya antara kau dan aku. Di tangan kita ada api semangat yang dapat mengobarkan panji-panji Islam.
Apa aku tahu judul diatas yang tampak aneh. Itu lho kata “adelio”, berasalah dari bahasa Spanyol yang berarti “pangeran mulia”. Karena semangat visi besar untuk menjadi yang paling mulia di mata Allah. Senantiasa gengamlah selalu, “visi besarmu”.
Da..da..da...aku sudah di depan pintu rumah. Dan akupun menemui Ibuku yang ada di dapur. Sedang masak makanan untuk para anak-anaknya. Globalisasi dan kepemudaan he he he. Ingat...!
Ketika kita memiliki visi yang memiliki kekuatan besar, kita dapat menaklukan dunia dan itu ada pada gengaman sesuai dengan kehendak kita.
Karena dunia secara hakiki memiliki hakikat “energi”. Maka kita dapat menarik energi itu dengan visi besar kita. Dengan energi itu pula kita mampu memanfaatkannya menjadi suatu kekuatan untuk membangun dan menciptakan nilai peradaban.
wah tulisannya sungguh mantap. mengupas pengaruh globalisasi terhadap perilaku islami.
ReplyDelete