BANGSA Indonesia saat ini lagi belajar untuk bisa
menjadi bangsa yang beradab salah satunya tentang hal “Mencuri”, baik
itu mencuri uang rakyat maupun mencuri undang-undang maupun aturan
pemerintahan. Maka di bentuklah tim pemberantas korupsi yang di sebut Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Makamah konstitusi. Begitupun di masyarakat
orang yang mencuri bisa saja di hakimi masa ataupun masuk penjara. Ternyata
mencuri penuh resiko, jadi musuh KPK, Polisi maupun hakim masyarakat. Maka
janganlah menjadi pencuri di dunia, apalagi mencuri urusan akhirat.
Menjadi pencuri sangatlah mudah, hanya memerlukan beberapa
hal yang perlu di persiapkan. Pertama, suatu hal yang akan di curi. Kedua,
waktu yang aman untuk mencuri. Ketiga, dengan siapa saya mencuri atau
mencuri sendiri. Empat, persiapan alat untuk mencuri dan kelima,
tempat yang aman untuk hasil curian.
Ternyata untukmenjadi pencuri saja memerlukan persiapan yang
matang dan terstruktur, tentu bagi pencuri yang profesional.
Andai saja mencuri berurusan dengan akhirat, seorang pencuri
akan memiliki kesalahan dan dosa yang bertumpuk-tumpuk, bukan sebatas dosa “mencuri”.
Sebut saja dosa itu meliputi; sesuatu hal yang di curi pastinya milik orang
lain, waktu untuk mencuripun bukan milik pencuri, jika pencuri mengajak teman
berarti dia telah menjerumuskan temanya ke lembah dosa, alat untuk mencuri
menjadi bukti kesalahan meski tadinya alat yang di curi membelinya dengan uang
halal dan tempat untuk menyimpan bukanlah milik pencuri melainkan amanah sebab
pencuri tidak bisa menciptakan tanah, ruang ataupun dunia ini semua ini
hanyalah amanah Tuhan untuk makhluknya yang memiliki peran untuk menjadi
pemimpin bukan memiliki dan berperan untuk mengabdi kepada-Nya.
Itu masih bilangan kecil persoalan kesalahan para pencuri,
masih banyak lagi jika di hitung dosa para pencuri. Coba anda hitung selain
lima kesalahan di atas, tentu akan menghasilkan bilangan yang amat banyak
sekali. Sebab yang ada pada diri anda adalah amanah dan ada pertanggungjawabannya.
Seperti; tangan, mata, telingi, kaki, tangan dan lain sebagainya semua hanyalah
amanah.
Kesalahan pencuri bukan hanya persoalan barang curian, tapi
seluruh yang ada pada diri. Jadi seoarang pencuri akan mendapatkan
berlipat-lipat kesalahan. Apakah anda ingin menjadi pencuri?
"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana," (QS. Al-Maaidah: 38)
Marilah kita menyadari perbuatan tersebut, perbuatan mencuri
merupakan perilaku yang di larang bahkan meresahkan untuk bangsa ini. Baik itu
pencuri kecil maupun pencuri kelas berat. Sebab sesuatu yang di curi bukan
miliki kita pribadi, tapi milik orang lain.
Andai saja kita hanya
mencuri barang milik satu orang, kita bisa bertaubat kepada Allah dan meminta
maaf kepada pihak yang di curi. Akan tetapi jika yang di curi bukan milik
perseorangan tapi milik masyarakat, apakah hanya sekedar taubat maka Allah akan
mengampuni dosa pencuri. Apakah kita sanggup meminta maaf kepada seluruh
masyarakat, jika kita mencuri uang rakyat atau korupsi uang negara.
Sangat sederhananya
mencuri adalah mengambil hak orang lain tanpa seizin pemiliknya. Mencuri
merupakan sesutu hal yang dilarang dan meresahkan. Sekarang di zaman modern ini
banyak pencuri berkeliaran baik di masyarakat maupun di arena pemerintahan. Di
media cetak mapun media elektronik hampir setiap hari memberitakan apa namanya
“mencuri”, seakan mencuri menjadi budaya bangsa ini.
Sungguh sangat ironis sekali melihat bangsa ini, pencuri
tidak hanya dilakukan oleh orang yang tidak sekolah namun juga oleh orang-orang
yang berpendidikan tinggi. Apalah arti ilmu yang kita dapatkan di bangku
sekolah maupun ilmu yang kita dapatkan dari nasehat orang tua, guru maupun
kyai. Para pencuri berkeliaran dimana-mana, ada yang pura-pura miskin, ada yang
berpakaian dinas dan berdasi maupun berkalungkan sorban.
Saatnya kita menghindari perilaku mencuri ataupun mengambil
atau meminta yang bukan hak kita. Misalkan saja; di pemerintahan ketika kita
mengurus suatu hal, pihak berwenang meminta imbalan yang tidak ada aturan
perundang-undangan. Bahkan ironisnya ketika kita memberikan peluang untuk para
pencuri, memberikan suap atau memberikan uang pelicin untuk memudahkan segala
urusan.
Marilah kita merenungi tujuan hidup kita di dunia, bahwa
tujuan hidup bagi orang mukmin adalah untuk mencari cinta dan ridho-Nya. Tujuan
semacam ini akan tercapai jika kita menjalaninya penuh dengan kesungguhan
semata-mata untuk Allah dan hidup mulia untuk tetap teguh menjalankan perintah
dan menjauhi larangannya.
Alangkah indahnya jika kita mencuri “cinta Allah”.
Mencuri waktu yang lebih untuk bisa dekat dengan-Nya di malam hari untuk bisa
melasanakan shalat malam. Mencuri waktu untuk meluangkan untuk berzikir dan
berdoa kepada-Nya. Mencuri hari untuk istiqamah bersedakah dan mengerjakan amal
shalih. Mencuri hari untuk bisa melaksanakan puasa kesunahan.
"Apabila salah seorang di antara kalian
membaguskan keislamannya maka setiap kebaikan yang ia kerjakan dicatat untuknya
sepuluh kali hingga tujuh ratus kali lipat. Dan setiap kejahatan yang ia
kerjakan, akan dicatat untuknya kejahatan yang sama, hingga ia bertemu Allah.”
(HR. Bukhari)
Mencuri merupakan suatu kenikmatan; “fa biayyi alaa’i
Rabbikuma tukadzdziban” (Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu
dustakan). Kata-kata di dalam surat Ar-Rahman yang sampai diluang –ulang hingga
31 kali, sepatutunya kita orang mukmin mengambil hikmahnya. Lagi-lagi marilah
kita menyadari, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”.
Mencuri memiliki kenikmatan yang hanya sementara, namun jika
orang mukmin mencuri waktu dan hari untuk beribadah dan beramal shaleh karena
Allah sungguh kenikmatan itu akan selalu hadir setiap saat hingga seorang
mukmin di perintahkan-Nya untuk memilih surganya.
Sungguh keagugan Tuhan yang memiliki kebesaran dan karunia.
Saatnya kita memberikan ruang kesadaran di hati dan pikiran kita atas nikmat
yang kita dapatkan. Mata untuk meilhat keindahan jagat raya, kaki untuk
melangkah, telinga untuk mendegar, mulut untuk bicara dan lain sebagainya,
sekali lagi; “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan”.
0 comments: