Konser Selendang Biru di RRI Semarang |
MASYARAKAT
kita itu tergolong manusia yang memiliki jenis keunikan tersendiri, salah
satunya soal “kepanikan”. Tapi ini bukan persoalan kepanikan Tim Ekonomi Jokowi
soal pemotongan anggaran subsidi energy (BBM).
Namun soal
kenaikan harga bensin bersubsidi (premium), memang rasa panik terjadi kapan
saja dan di mana saja. Bahkan masyarakat kita tergolong manusia panik yang
super luar biasa. Biasanya rasa panik diiringi dengan bahasa tubuh seperti
keringat dingin, ketakutan, gemetar maupun serba bingung sendiri. Namun
demikian, tidak bagi masyarakat kita mereka tetap enjoy dan nyaman mengantri
bensin meski menunggu lama.
Bisa jadi
keuntungan tersendiri bagi penjual eceran, dan bahkan masyarakat kita pandai
soal timbun menimbun barang. Lumayan kan jika harga naik, keuntungan akan
berlipat.
Bagi
kalangan masyarakat umum, sangat menikmati antrian di pom bensin. Sebab mereka
tahu, hal ini sudah menjadi kebiasaan jadi tidak perlu hari saling memaki, menghujat
atau bahkan berdemontrasi. Apa lagi harus mengkritik pemerintah oleh karena
minyak dikuasai asing, justru pemerintah akan panik jika pihak asing lari dari
bangsa ini.
Barangkali
masyarakat kita menerapkan kaidah fiqiyah yang berbunyi, “almasyaqqatu tajlibu
taisiru (Kesukaran itu dapat menarik kemudahan).” Meski kesulitan memperoleh
bensin dan harus mengantri lama, hal ini menjadi awal dibukakannya kemudahan
Maaf ini
lagi ingat soal pitutur, “Eling lan Waspodo”. Eling sesuk bensin mundak, waspodo
ben keduman. Hidup itu laksana ngantri bensin, namun kebanyakan diri kita lupa
bahwa kita sibuk memikir dunia. Bahwa kita tidak tahu kapan minyak itu akan
habis.
Semarang,
26/08/2014
0 comments: