Nasya dan Bening di Gereja Blenduk |
PENGINAAN
menjadi corong kehormatan, maka kita harus bangga jika dihina sebab bangsa ini
selalu bangga untuk dihina. Bahkan penghinaan itu menjadi bentuk penghormatan,
semisal penyanyi muda popular Justin Bieber yang mengatakan, “Indonesia sebagai
Negara yang tidak penting”. Negara tetangga Australia juga pernah menghina
bangsa ini, melalui cara penyadaban, belum lagi Malaysia yang juga sering
menghina bangsa ini semisal suka mencaplok pulau, atau bahkan menghina lagu
bangsa Indonesia tercinta ini.
Namun
demikian bangsa Indonesia menerimas dengan ucapan rasa syukur yang luar biasa,
karena hal ini menjadi rahmat dan berkah. Katanya, “Orang yang dhina, doanya
terkabulkan.”
Ini bukan
Negara yang lucu, semisal soal kebijakan Tes Keperawanan sebagai bentuk
penghinaan martabat perempuan. Namun hanya soal penghormatan saja.
Aneh jika
kiranya seorang mahasiswa Florence Sihombing yang dituduh menghina dan
mencemarkan nama baik warga Yogyakarta melalui akun jejaring sosialnya Path.
Lha kok tersingung ketika persoalan sudah membumi dan menjadi buah bibir. Ingin
bicara soal nama baik, ya..ya, nama itu adalah sebuah doa makanya selalu
memberikan nama yang baik. Namun jika kiranya mencemarkan nama baik, barangkali
memang sudah tercemar atau bahkan itu menjadi kritik dan saran supaya menjadi
lebih baik.
Soal
semacam ini sering dilakukan oleh sastrawan, dengan puisi ia mengkritik.
Semisal;
Banyak ruang, banyak AC
Banyak uang, banyak ACC
Akibatnya rakyat kebanjiran air dan longsoran
Pejabat kebanjiran uang dan sogokan
(Remy Silado)
Banyak uang, banyak ACC
Akibatnya rakyat kebanjiran air dan longsoran
Pejabat kebanjiran uang dan sogokan
(Remy Silado)
Melalui puisi mbeling mencoba membangkitkan bangsa ini, salah
satunya puisi yang berjudul Ramalan Cuasa
Singapura
berawan
Malaysia
gerimis
Filipina
hujan deras
India
gempa bumi
Saudi
Arabia hawa panas
Alaska
hawa dingin
Indonesia
hawa nafsu
Kita
mencoba belajar menjadi bodoh dari persolan “Penghinaan”. Lalu Kiai Cungkring
berkisah tentang akhlak Rasulullah Muhamamd.
Suatu
ketika Abu Bakar bertanya
kepada anaknya, Aisyah ra. yang juga merupakan istri Rasulullah saw. Ia
bertanya;
”Wahai anakku, apa kira kira amal yang pernah
dilakukan oleh Rasulullah saw ketika masih hidup tapi belum aku kerjakan?”
Aisyah r.a. menjawab, “Rasulullah saw selalu
memberi makan kepada seorang Yahudi buta di pojok sudut pasar”.
Maka Abu Bakar menemui perempuan renta yang terduduk
di sudut pasar tanpa ada siapapun yang mempedulikannya.
Abu Bakar mendekatinya,
lalu dikeluarkannya sepotong roti untuk diberikan kepadanya. Namun perempuan buta
itu terus mengoceh persoalan keburukan Rasulullah Saw. Ia menghina Rasulullah Saw
dan menyuruh orang orang dipasar untuk tidak mengikuti ajakan Muhammad Saw.
Abu Bakar tetap sabar
dan memperhatikan omongan perempuan tersebut. Abu Bakar bertanya kepada dirinya,
“Bagaimana aku membayangkan perasaan Rasulullah saw memberi makan perempuan
buta itu sambil dihina dan diejek setiap harinya oleh perempuan yang sama.
Mulut yang telah diberinya makan tiap hari tapi membalas dengan hinaan dan
cercaan.”
“Rasulullah Saw memang
manusia paling mulia,” kata Abu Bakar dengan tetesan air mengalir
Ketika suapan roti
tersebut masuk ke dalam mulut perempuan buta itu ia merasa kaget dan
memuntahkan makanan yang diberi oleh Abu Bakar.
Lalu Perempuan
buta itu berkata, ”Siapa kamu, kamu bukan orang yang biasa memberi aku makan”.
“Dari mana engkau
tahu bahwa aku bukanlah orang yang biasa memberimu makan?,” tanya Abu Bakar
Perempuan itu
mengatakan “Makanan yang engkau beri tidak kau haluskan lebih dulu. Orang yang
biasa memberi aku makan selalu menghaluskan makanan lebih dulu karena ia tahu
kalau gigiku sudah tak sanggup lagi mengunyah makanan.”
Air mata Abu
Bakar makin menetes, mengingat Rasulullah Saw senantiasa berakhlak sangat mulia
sekalipun terhadap orang yang setiap hari menghina dan mencacinya. Sejenak
kemudian Abu Bakar berkata, ”Ketahuilah, orang yang biasa memberimu makan sudah
wafat beberapa hari yang lalu dan aku adalah sahabatnya. Orang yang biasa
memberimu makan adalah Muhammad Saw, laki-laki yang tiap hari selalu bersabar
meski kau hina dan caci sedangkan ia tak pernah berhenti menyuapkan makanan ke
mulutmu”.
Perempuan Yahudi
yang buta itu tiba-tiba menangis oleh sebab kaget mendengar kabar itu.
Bagaimana mungkin orang yang selalu bersabar dan memberinya makan sambil terus
mendengar hinaan dan cacian bukan seseorang yang menjadi pilihan Tuhan untuk
menyampaikan risalah kenabian. Ia menyesal belum sempat meminta maaf kepada
orang yang sangat peduli dengannya padahal tidak ada seorang keluarganya pun
yang sempat menengok keadaannya. Ia lalu bersyahadat di hadapan Abu Bakar dan
menjadi muslimah yang taat.
Semarang,
01/09/2014
0 comments: