Sunday, April 25, 2010

SPEKTRUM KASIH

Ia tersenyum kecut ke arahku. Pandagannya semakin tajam dan aku semakin tidak mengerti. Aku kembali membuka lembaran-lembaran koran yang tercecer di ruang tamu. Semakin aku banyak bergerak, tatapan matanya semakin menakutkan. Seperti singa yang sedang kelaparan. Tiba-tiba terdengar bunyi pecahan piring, “pyaaarrr”. Aku diam dan seketika itu pula lembaran koran yang ada di tanganku begitu aja lepas jatuh kepada lantai.
“Dasar bajingan”, kata-kata itu keluar dari mulutnya. Aku semakin tidak percaya bisa-bisanya orang yang begitu lugu dan polos sampai mengucapkatan kata-kata pedas semacam itu. Sehingga kupingku terasa sakit sekali, seperti tamparan tangan yang melambai ke mukaku. “Hai, kenapa kau pandangi aku, bisa berhenti ngak”, ia bicara ke arahku. Sontak aku terdiam.

Tiba-tiba ia menghampiriku dan menjatuhkan beberapa piring di hadapanku. Pecahan piring sedikit mengenai kakiku. Akupun disuruh berjalan diatas pecahan piring. Bagaimana aku bisa berjalan. Jika pecahan itu sangat tajam. Dan ia pun mendorongku. Akupun terjatuh. Seketika itu pula tajamnya pecahan piring menancap di tubuhku.


Darah merah keluar dari tubuhku, tapi tidak sebegitu parah sehingga cucuran darah itu hanya beberapa detik keluar. Namun luka itu semakin terasa saat dia memukulkan piring ke arah kepalaku.
Rasa sakit semakin menghelanyuti tubuhku. Mau berkata tidak bisa, seolah mulut ini sudah di bungkam dengan kata-kata. Wajahnya begitu menakutkan, aku hanya bisa menahan rasa sakit.
Tangan dan kakinya menuju kearahku, begitu dekat. Perasaan semakin was-was, gimana nih. Kakinya menghantam tubuhkku. Aku terlempar beberapa centi meter. Karena tidak tahan akupun bangun. Walaupun sulit rasanya mengerakan tubuh, karena darah sudah keluar dan seluruh tubuh terasa ngilu.
“Bangsat”, kata itu muncul kembali dari mulutnya.
Dalam berdiriku ada diam. Bagaimana aku bisa menahan rasa sakit begitu tajamnya seperti mulut singa yang sedang kelaparan, begitu menakutkan dan mengerikan.
Aku di tuduh selingkuh. Ternyata ia marah karena aku berselingkuh dengan teman satu kerja di sekolahan negeri. Ia mendengar itu dari kata-kata tetangga yang mengatakan aku berjalan berdua dengan kepala sekolahku.
Aku tidak habis pikir, mengapa ia menuduhku yang belum ada bukti. Walau sebenarnya memang aku pernah beberapa kali jalan berdua dengan pak kepala sekolah. Namun itu dalam rangka tugas dinas pendidikan


Aku berusaha menjelaskan dan memberikan keterangan sejelas-jelasnya kepada suamiku tercinta. Ia tetap pada pendiriannya dan tidak mempercayai kata-kata istrinya. Padahal belum pernah dia marah kepadaku, apa lagi sampai melakukan kekerasan.


Tanpa di sangka tubuhku telah terhunus pisau panjang yang ia keluarkan dari balik bajunya. Aku menjerit histeris dan tubuhku lemas tidak berdaya. Akupun terjatuh dan tersungkur, mataku semakin rabun melihat.


”Aku tetap percaya padamu”, kata-kata itu keluar dari mulutku
”Maaf kan aku istriku, aku telah khilaf aku tidak sadar diri melakukan perbuatan hina ini”. Ia baru menyadarinya setelah pisau itu menembus perutku.


Suamiku menggankat tubuhku dan berusaha melarikan aku ke rumah sakit. Ia mengeluarkan tangisan dan aku hanya bisa tersenyum. Hingga senyumanku terasa tidak memiliki daya.


Dunia ini bukanlah dunia yang di liputi dengan kegelisahan. Tapi sebuah kepastian yang

 bisa di rencanakan. Dengan rencana itu engkau dapat menjalankan sebuah kepastian. Karena sejatinya kegelisahan adalah amarah yang keluar dari diri yang tidak dapat di kendalikan oleh akal dan hati. Maka didiklah akal dan hati dengan perhatian yang serius dengan memusatkan kesadaran kolektif. Yaitu kesadaran illahiah dengan untain zikir dan doa.

Bukan semata kekerasan, amarah dan penyesalan. Akankah kehidupan ini bisa menjadi indah jika pikiran di kendalikan dengan rasa amarah. Bukankah rasa yang seharusnya di nikmati dengan kemanisan dan kelembutan.


Dan aku percaa bahwa amarah adalah fitrah
Dan aku percaya bahwa akal dan hati adalah anugerah
Dan aku percaya ada hukum keseimbangan
Seperti rotasi bumi mengelilingi matahari


4 Maret 2010
Jl. Sri Rejeki Utara VII/4 Rt. 3 Rw. 1,
Kelurahan Kalibanteng Kidul Semarang Barat

Malunya Si Putri Malu

Hidup merupakan sebuah perjalanan, itulah kiranya lanju sunatullah apa yang di namakan umur. Namun ada suatu yang menarik tentang perjalanan, kita semua mungkin mengetahuinya. Perjalanan berasal kata jalan yang mendapatkan kata imbuhan berupa pe-an, yang menjadikan kata jalan menjadi kata kerja. Membincang jalan sangatlah menarik jika sesedari sadar sejenak melepas semua kepenatan yang menganggu pikiran. Maka dari itu marilah untuk sementara melepas beban pikiran yang menyelimuti hidup ini.
Sudahkah melepas masalah itu. Selanjtunya setelah melepas masalah kita akan bertamasya membincang tentang jalan. Ketika membincang tentang jalan akan banyak ide muncul dari pikiran kita.

Tuesday, April 20, 2010

ADELIO PEMUDA

Waktu sudah hampir sore. Banyak lalu-lalang manusia pulang dari kerja. Seperti burung di pagi hari mencari makan, sore pulang dengan rasa kenyang dan malampun dia istirahat.
Aku melihat mereka. “Pasti Kelelahan”, kataku. Jalan ini sudah dipenuhi produk globalisasi. Seperti keteranganku sebelumnya. Diriku tetap enjoy berjalan diatas aspal yang tidak panas. Memandangi mereka para penghuni jalan.
Sambil berjalan menuju persingahan, aku akan bercerita sedikit kepadamu. Melanjutkan cerita di pagi hari. Namun aku hanya mengambarkan suatu yang menjadi visi besar agama Islam. Menjadi mayarakat yang baldatun thoyibatun wa robbun ghofur.

DANADYAKSA POSTMODERN


Aku mencoba untuk bangun dipagi hari buta, dengan rasa gelap yang masih menyelimuti. Walau tampak mataku tidak tahan, enggan untuk terbuka. Rasanya ingin memandang indah dunia di saat para manusia masih terlelap dalam tidurnya. Tapi aku tetap berusaha meskipun mata tidak menghendakinya. Mencoba merasakan kenikmatan bangun diwaktu pagi hari dan akupun akhirnya terbangun.
Rasakkan udara terasa dingin sekali, sampai menusuk tubuh mungilku. Aku tetap ingin tegap berdiri menantang sang mentari yang belum juga keluar. Gula, teh dan air hangat yang kemudian bersatu merdu menjadi suatu keindahan berupa teh manis, aku membuatnya untuk menemaniku menikmati pagi buta ini.

Enak sekali rasanya, cobalah engkau membuat teh manis di pagi buta dan rasakkan kenikmatannya. Dengan begitu engkau memiliki teman meskipun itu hanya segelas teh manis. Itu adalah buatanmu sendiri, maka sungguh mulyanya dirimu karena mampu membuat, mencipta, dan berkreasi atas hasilmu sendiri.
Musik malam berimanjinasi sendiri nada-nadanya mendesah mengeluarkan satu demi satu ketukan melodi yang dapat menghasilkan irama kehidupan. Aku begitu merasakannya. Duhai pagi yang membawa keanggunan, aku merasakan musik alam.
Ternyata aku sudah di luar rumah, pohon-pohon berdiri menantang daun-daun mendayu-dayu merasakan musik alam dan bahkan mereka melakukan tarian semesta. Aku memandang mereka, apakah engkau mendengar bisik hatiku; tanyaku pada pohon mangga. Pohon mangga itu hanya menjawab dengan menjatuhkan beberapa lembar daun.
Aku adalah anak zaman, di era postmoedern ini kekuatan global membelenggu. Dimana ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi kekuatan besar yang sewaktu-waktu bisa menghabisimu. Aku masih saja bicara pada pohon mangga, meskipun engkau tidak merasakannya.
Ya..sudah ini semua tidak dapat tidak terelakan lagi. Hal ini merupakan konskewensi langsung dari zaman globalisasi dengan paradigma berfikir yang positivistik. Suatu pandangan yang mengagungkan rasionalitas dan pandangan empirisme atau sesuatu yang dapat di ukur dengan ilmu pengetahuan modern. Semua ada ketentuanya, desah batinku.
Apa kau tau apa itu globalisasi, pertanyaan itu muncul seketika aku memyaksikan peralihan zaman modern ini. Aku tahu bahwa istilah globalisasi diambil dari kata “global”. Kata ini melibatkan kesadaran baru bahwa dunia adalah sebuah kontinuitas lingkungan yang terkonstruksi sebagai kesatuan utuh.
Globalisasi menurut Malcolm Waters “Globalization”, dalam Gordon Marshall (ed.). Oxford Dictionary of Sociology adalah :
A social process in which the constraints of geography on social and cultural arrangements recede and in which people are becoming increasingly aware that they are receding.
(Sebagai proses sosial yang di dalamnya terdapat desakan geografi atas penataan sosial dan budaya mulai menyusut dan masyarakat menjadi semakin sadar bahwa mereka akan mengalami penyusutan).
Marshall Mc Luhans menyebut dunia yang diliputi kesadaran globalisasi ini global village (desa buatan). Dunia menjadi sangat transparan sehingga seolah tanpa batas administratasi suatu negara. Batas-batas geografis suatu negara menjadi kabur.
Bukan hanya desa buatan tapi dunia yang dibuat-buat, seolah dunia di kelilinggi berbagai macam kepentingan untuk tetap survive. Ya..ya..istilah globalisasi dipopulerkan oleh Theodore Lavitte pada tahun 1985, menjadi slogan magis di dalam setiap topik pembahasan.
Globalisasi menggambarkan proses multilapis dan multidimensi dalam realitas kehidupan yang sebagian besar dikonstruksi oleh kepentingan. Substansi dari globalisasi yaitu ideologi yang menggambarkan proses interaksi yang sangat luas dalam berbagai bidang: ekonomi, politik, sosial, teknologi dan budaya.
Dengan globalisasi karakteristik hubungan antara penduduk bumi mengalami perubahan drastis yang melampaui batas-batas konvensional, seperti bangsa dan negara. Keadaan demikian ini menunjukkan bahwa relasi antara kekuatan bangsa-bangsa di dunia akan mewarnai berbagai macam bidang.
Aku seakan ingin tertawa sendiri, bahkan alampun ingin tertawa tapi ia menahannya dengan nafasnya. Globalisasi sudah semestinya harus terjadi atas kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kita merasakan itu semua. Kau lihat di gengaman tanganku ada apa. Jawabanmu tepat sekali, di gengaman tanganku ada Handphone. Ya..inilah yang aku sebut globalisasi dengan sistem satelit informasi. Dimana aku dan engkau dapat menikmatinya, untuk membaca dunia cukup mengakses layar yang hanya berukuran berapa sentimeter ini.
Tapi apakah engkau sadar ternyata kita sudah hidup di dunia buatan tersebut. Dan akupun tertawa kecil, angin malam semakin menusuk tulang-tulangku. Aku menyeduh teh hangat, supaya dapat merasakan nikmatnya berjalan di desa buatan.
Kita semua telah mengkonsumsi budaya global, dengan gaya hidup kosmopolitan kita bersenandung mesra. Begitu indahnya dunia buatan itu.
Aku tidak sadar behwa dunia buatan memunculkan mundurnya kedaulatan suatu negara kesatuan dan tumbuhnya kesadaran global bahwa dunia adalah sebuah lingkungan yang terbentuk secara berkesinambungan dan muncul kebudayaan global yang membawa pengaruh terhadap perkembangan sosial dan budaya yang beraneka ragam ini.
Aduh berat sekali rasanya jika hanya berfikir. Otakku terasa panas sehingga seluruh tubuhku tidak merasa kedinginan lagi.
Di balik arus globalisasi aku berdiri tegap memandang, aku hanya bisa memandang. Ketika gaya hidup global ini memunculkan perubahan nilai dan mempengaruhi masyarakat lain, maka akan terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat penerima pengaruh. Kecenderungan tersebut dapat dilihat dalam produk-produk global yang dikemas sedemikian rupa, sehingga kita hanya menjadi konsumennya.
Konsekuensi yang tidak bisa dielakkan lagi adalah munculnya kemungkinan konflik nilai-nilai sosial dan budaya. Negaraku rentan dengan hal tersebut, dengan burung garuda yang kokoh mengepakan sayapnya. Berbagai suku, agama, ras dan golongan menyebar di seluruh negeri katulistiwa.
Alam semesta ini akhirnya menjadi perkampungan global, hanya sebagian kecil saja penghuninya yang mampu memelihara nilai, tradisi, kebudayaan, kelembagaan, ritual dan simbol-simbol mereka. Semoga antara aku dan engkau, dapat menjaga nilai-nilai tradisi kita.
Namun kita tedak perlu mencemaskan hal tersebut. Kita hanya cukup menyadari saja. Bahwa apa yang di sebut denga globalisasi itu hanya sebuah proses zaman dan bukan sebuah produk akhir (end product). Globalisasi hanya semu, itu hanya istilah pengambaran dunia saja. Ha..ha..ha, aku tertawa sendiri seperti orang gila.
Kita hanya perlu menyadari saja bahwa globalisasi adalah proses dengan kekuatan sarana informasi dan komunikasi yang semua serba modern. Bahkan banyak orang bilang, kuno kalau kita tidak membawa Handphone yang bisa mengakses internet. Apa lagi tidak membawa handphone, malahan bisa di bilang tidak berperadaban.
Marilah merasakan proses globalisasi ini, handphone, internet, televisi, antena para bola, komputer dan pembayaran online yang dapat membuat pesan dalam waktu singkat. Sungguh antara kau dan aku berdiri diatas kebutuhan tersebut.
Aku masih merasakan nikmatnya udara pagi. Embun pagi sudah membasahi temanku para pepohonan dan rumput. Mereka sungguh menikmati embun itu, sebaliknya aku juga menikmatinya. Melebihi nikmatnya arus globalisasi yang sudah kita rasakan bersama.
Kita harus menerimanya karena globalisasi merupakan sunatullah. Kita mempercayai itu karena aku juga manusia yang beragama Islam. Agama yang bersifat universal, agama yang di turunkan Allah untuk pangeranku Nabi Agung Muhammad sebagi rahmat bagi semesta (rahmahtal lil alamin). Mari kita buka lembaran kitab suci kita, al-Qur’an dalam surat al-Anbiya ayat 107.
     
(Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam).
Aku beragama Islam, betul-betul menyadarinya karena orang tuaku juga beragama Islam. Dan aku yakin betul bahwa Islam merupakan agama bagi Allah. Walau terkadang aku masih bertanya tentang agamaku.
Dan sekali lagi globalisasi merupakan sunatullah. Marilah kita tersenyum sejenak, dan akupun tersenyum dan sesekali menyeduh teh hangat yang sepertinya sudah mulai agak dingin. Mungkin karena lamunanku yang terlalu panjang dan lama.
Meskipun ketika membincang globalisasi tidak akan ada habisnya, wacana diatas hanya sekelumit istilah dan pengertian globalisasi saja. Semoga engkau memhaminya. Dan akupun semakin hanyut dengan embun pagi, aku begitu merasakannya. Ya...Allah sungguh agung anugerah pagi yang kau berikan kepada semesta.
Mari kita bersama-sama merasakan anugerah pagi ini yang di berikan Allah kepada kita. Meskipun aku dan engkau belum tentu teligius. Tapi kekuatan spiritualitaslah yang membagkitkan semangat itu. Jika kita terobsesi dengan dogma dan doktrin, sejatinya akan menjauhkan sifat sejati. Maka diri inilah yang menggerakan untuk tetap bersanding indah dengan kekuatan batin Illahi.
Globalisasi hanya banyangan, sejatinya aku adalah diriku. Dengan visi besar yang bersifat inklusif, bukan eksklusif. Karena semua ada pada apa yang di sebut “diri “ atau “aku”.
Sejatinya diri adalah “aku”. Maka carilah dirimu, karena dengan mencari tahu siapa dirimu maka engkau akan memahami kehidupan ini. Seiring embun pagi yang sudah membasahi kulitku.
Ternyata aku adalah bagian semesta yang memiliki visi untuk memakmurkan dunia. Apakah kau mendengarnya, itu adalah suara adzan subuh. Marilah sejenak kita tingalkan lamunan globalisasi. Menuju suatu kedirian dengan visi yang baru.
Aku masih menikmati indahnya pagi menunggu hadirnya terik mentari. nampaknya sang mentari sudah mulai mengeluarkan wajahnya dari balik awan hitam pekat. Aku ucapkan selamat datang wahai simbol kehidupan, “Assalamualaikum Wr Wb”, di balik jendela kamar aku memandang.
Maaf mentari aku yang duluan bangun. Karena aku ingin jadi “danadyaksa”, dalam bahasa Sangsekerta yang berarti “penjaga kejayaan”. Menjadi orang yang memiliki jati diri dan berguna demi kejayaan yang memakmurkan semesta ini, wahai mentariku.

Tuesday, April 6, 2010

Kota yang Tergadai


Kota Sunyi
Kota di kantong celana
Sembunyi di balik kain hitam meratap
Bukan karena bau bukan pula karma
Tidak gelap begitu pekat
Namun terlihat ngintip silahkan
Jangan mengambil yang ada di dalam
Kotaku indah dan menawan

Kota di celana dalam
Pohon rindang menghias kesunyian
Sangat menyejukan hingga kau bermimpi
Dalam mimpi tak pasti ketemu jodoh di kali
Berlari banyak tempat kosong asyik sekali
Memadu kasih pusaran air mancur
Hingga basah kotaku elok merah cemberutan

Kotaku...
Jadi rebutan ia merasa tersipu malu
Tak tahu kalau tak mau memperlihatkan diri
Pada bungkusan kantong celana dan celana dalam
Kotaku memiliki tempat yang nyaman
Sssstttttt sampai ia ketiduran


Ketidak pedulian..!
Maling...maling...maling
Maling teriak banjir
Banjir...banjir..banjir...
Penduduk bilang maling
Semua bercerita tentang satu prinsip
Apakah itu jawabnya tidak peduli
Mau maling mau banjir yang penting tujuan awal
Ketidak pedulian..!
Satu sisi bangun tidak menghiraukan
Mereka berdiri sendiri dalam satu penopang
Satu perjuangan satu tujuan
Ketidak pedulian..!
Sikat sana sikat sini
Meskipun sama-sama berbentuk sikat
Lempar sana lempar sini
Terpenting bisa saling lempar
Walaupun dengan saling menampar


28/03/10
DARRELL ADARA

DARRELL ADARA

ehabis menikmati makan malam, tepat setelah shalat maghrib di daerah yang tidak begitu dingin di desa Susukan-Banjarnegara. Kumandang adzan isak’ terdengar lirih dan sujud sesembah kepada Tuhan semesta alam. Perjalanan telah mengantarkan diri ke tempat yang tidak begitu jauh tempatnya di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
Tubuh ini berdiri seperti ingin menantang, akan tetapi ini bukanlah tantangan. Siapa juga yang ingin menantang Tuhan, aneh-aneh saja. Tapi bolehlah kalau ingin menantag Tuhan. Karena Tuhan sudah lari dan sekarang bersembunyi, malu melihat dirimu. Dengan menantang-Nya, siapa tahu semua akan berubah menjadi yang terbaik. Selanjutnya pertanyaannya, sudahkah kau mempersiapkan bekal tantangan itu..?.
Ah...ternyata parah, tidak ada bekal yang dibawa. He...kenapa engkau tidak membawa bekal, padahal sudah dibilangin untuk mempersiapkan bekal tantangan. “Tidak perlu bekal materi”, jawabnya dengan tegap dan penuh kepastian. Pandangannya sudah terarah dengan keyakinan dan alisnya bergerak-bergerak penuh isyarat.
Dirinya telah mantap untuk tidak membawa bekal materi. Tapi bagaimana bisa percaya, jika menantang Tuhan hanya berbekal diri. Pasti dia membawa bekal kanuragan atau ilmu sihir. Pertanyaan itu mengarah kepadanya, “ilmu apa yang kau bawa”. Dia hanya bisa menjawab, “Aku tidak memiliki ilmu kanuragan dan bahkan ilmu pengetahaun sekalipun”.
Waduh..lebih parah lagi nih..! Bagaimana dia bisa mengalahkan Tuhan, ilmu pengetahuan saja ia tidak punya. Gimana sih nih orang, jelas-jelas dia itu orang bukan Tuhan. Apa ia lupa bahwa dirinya itu di ciptakan dari sari pati tanah yang dibentuk Tuhan dengan kun fayaku. Semakin bingung nih.
Pertanyaan itu kembali untuk yang ketiga kalinya. “Apa engkau sudah datang dengan ketaatan”. Engkau saja meningalkan keluargamu, hanya untuk pertualangan pembelajaran yang belum tentu sangat bermanfaat. Ya..aku sangat paham bahwa kemanfaatan tidak dapat dihitung dengan cepatnya waktu atau hanya satu sampai lima tahun kesuksesan dapat di raih. Dia hanya tersenyum dan wajahnya sangat berseri-seri dengan kepercayaan diri. Dia tetap kokoh pada pendiriannya untuk tetap menantang Tuhan.
Di sini tidak akan membincangkan tentang tiga hal amal manusia. Pertama, tentang materi yaitu amal shalihah. Kedua, ilmu pengetahuan dengan nilai kebermanfaatan dan ketiga, kebaktian kepada kedua orang tua.
Namun tetap pada konskwensi awal yaitu menantang Tuhan. Terus apa bekal yang dibawa olehnya. Semakin penasaran aja, biarlah. Kalau tidak tiga hal tersebut, apakah dengan kata-kata ”cinta”. Menantang Tuhan dengan modal cinta ha ha ha, kayak Rabiah al-Adawiyah aja dengan mahabahnya. Buktinya Rabiah al-Adawiah memakai dua bekal yaitu materi dan non materi. Secara non materi dia membawa konsepnya tentang mahabah. Sedangkan untuk materi dia membawa air dan api ditangan kanan kanan dan tangan kirinya. Api untuk memadamkan panasnya api neraka dan api untuk membakar kenikmatan surga.
Menantang Tuhan dengan ketaatan untuk dekat dengan dirinya, dengan tidak adanya realitas fisik antara surga dan neraka. Hasan al-Basri sampai takjub kepada Rabiah al-Adawaiyah, karena cintanya tidak diterima. Karena dia hanya pada tingkatan raja’ dan khauf atau bermodalkan rasa takut kepada neraka dan harapan untuk menikmati surga. Rabiah pun menolak cinta Hasan, ini bukan kisah Laila Majnun kisah cinta Laila dan Qais yang berujung maut karena tidak menemukan pujaan hatinya. Oh..my god.
Di sini juga tidak akan membincang rasa cinta Rabiah dan Hasan. Tapi masih pada seseorang yang ingin menantang Tuhan yang belum diketahui modal dan bekal apa yang dibawa.
Ternyata dibalik tekad orang tersebut, munculah cahaya diseluruh tubuhnya. Begitu terangnya sehingga, ketiga pertanyaan yang dilontarkan kepadanya tidak berarti. Atau salah mengartikan tentang tantanganya kepada Tuhan antara Rabih dan Hasan..
Manusia berdiri pada hukum yang bersifat ”civil law” dan ”common law”. Civil law yng berarti suatu hukum yang tetap mengikat dan berbentuk suatu yang baku. Seperti syariat Islam, contohnya perintah tentang shalat, zakat, puasa dll. Sehingga keadaan tersebut seseorang harus taat mengikuti. Sedangkan common law, suatu hukum yang dapat di interprestasikan atau dapat dijelaskan sesuai dengan keadaan dan tempatnya. Ya..seperti ilmu fiqh yang dapat memberikan keleluasaan dan keringanan kepada pemeluk agama Islam.
Begitulah tantangannya kepada Tuhan. Ia hanya membawa bekal civil law dan common law. Yakni bekal yang dapat diartikan, “kepastian dan ketidak pastian”.
Kepastian bahwa dirinya diciptakan oleh Tuhan untuk mengemban amanah menjadi seorang khalifah dan abdillah. Kepastian bahwa diciptakan dirinya tidak ada kesia-siaan. Makanya dengan kepastian pula ia menantang Tuhannya.
Ketidak pastian bahwa ketika fungsi kepastian sudah dijalankan sesuai kadar kemampuan maka Tuhan akan memberikan tempat yang layak berupa kebahagiaan dunia dan akhirat. Ketidak pastian itu berupa jodoh, rizki, umur dan segala sesuatu yang tidak dapat di rasionalkan seperti surga dan neraka.
Kepastian adalah sejatinya ia menantang Tuhan dan ketidak pastian adalah sejatinya permintaan pertanggung jawaban kepada Tuhan.
Sudahkah engkau menantang Tuhan hari ini..?
Jangan mengartikan tantangan dengan hal yang negatif lho..!
Pasti belum pahamkan tentang apa itu tantangan kepada Tuhan.
Maka belajarlah terus dan ambil nilai-nilai hikmah dan ilham kehidupan. Karena seiring perputaran waktu siang dan malam ada tanda-tanda bagi mereka yang berfikir. Karena sejatinya tantangan bukanlah secara fisik kita bertarung. Sejatinya tantangan bukanlah pertarungan batin. Sejatinya tantangan adalah eksistensi kita di hadapan-Nya, sudahkan shalat hari ini. Maka segeralah shalat dan tantang Tuhanmu.
Kita akan tahu apa itu, ”darrel”, dari bahasa Perancis yang berarti kekasih, dirimu adalah kekasih. Sedangkan ”adara”, berarti cantik, karena sesungguhnya dirimu adalah kecantikan. Sebab dirimu dibalut dengan sifat ketuhanan berupa sifat ”jamaliyah” dan ”jalalliah”.
Tantanglah Tuhanmu..!

14 Maret 2010
Pasar Wage Purwokerto

NU Tapi Bukan Kader NU

NU Tapi Bukan Kader NU

Membincang Nahdathul Ulama atau bisa disingkat NU memang sangat menarik dan mengasyikan. Karena NU merupakan organisasi keagamaan terbesar di negara republik Indonesia ini. NU terlahir dari ranah pedesaan yang kemudia dikenal dengan organisasi tradisional. Lain lagi dengan Muhammadiyah yang terlahir di Jogjakarta yang dulu merupakan pusat ibu kota sehingga nuansa modern hidup, maka Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi modern.
LINGKARAN HIMPUNAN

LINGKARAN HIMPUNAN

Perjalanan Semarang menuju Jepara jarak tempuhnya kurang lebih satu setengah jam perjalanan memakai kendaraan bermontor. Tepat di sore hari berangkat menuju kota yang dikenal dengan kota ukir dan bumi kartini. Waktu yang dipilih memang disengaja diambil habis shalat ashar, sehingga jalan raya sangat padat di lalui lalu lalang trasnportasi dari berbagai macam merk. Maaf tidak dapat menyebutkan nama merknya, karena itu seponsor he he.