KANG DUL DAN KETERATURAN MATERI
|
Foto: Aku, Daniel Hakiki, Maston Lingkar dan Kiai Budi di PP. Al-Islah Semarang |
PAGI sekali Pak RT sudah mendatangi Cungkring, biasalah orang kurang kerjaan biasanya suka ngobrol ngalor ngidul. Dari ngobrolin kondisi ekonomi yang semrawut, politik carut-marut, hingga ngomongin tetangga yang hidupnya kalut.
Kang Dul itu luar biasa, halaman rumahnya seperti gambaran surga. Ada air mengalir di kolamnya, bunga-bunga yang bermekaran, burung-burung berkicau, dan tentunya hewan-hewan lain yang turut menambah suasana keindahan surga. Bahkan beragam tanaman seperti buah mangga, sirkaya, pisang, kedondong, blimbing, nangka, jambu.
Lebih luar biasa, buah-buahnya pada jatuh ia kumpulkan dan ditaruh di meja. Anehnya lagi banyak buah yang matang di pohon, sampai-sampai banyak yang dimakan tupai maupun kekelawar.
"Kang Dul, tidak suka dengan buah-buahan. Ini buah boleh saya bawa pulang," tanya Pak RT
"Boleh. Silahkan," jawab Kang Dul
"Bukannya saya tidak suka. Buah itu ada bagiannya masing-masing. Seperempat untuk dijual, seperempat untuk binantang yang memakannya, lalu seperempatnya untuk bisa dibagikan ke tetangga atau orang lain yang suka buah tersebut, dan seperempat yang terakhir untuk saya dan keluarga tentunya," tutur Kang Dul.
Sekilas peristiwa itu diceritakan Pak RT kepada Cungkring.
Ternyata kita bisa belajar hakikat kehidupan dari Kang Dul, "ni'mal abdu innahu awaabun (Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat kepada Tuahnnya)."
Kang Dul mengajari kita taat kepada Tuhannya, oleh sebab inilah hubungan Tuhan, alam, dan manusia. Salah satu tujuan hidup manusia itu kan menjadi khalifah di bumi untuk memakmurkannya.
Salah satu bentuk peran memakmurkannya Kang Dul, ia tidak lupa dengan para binatang yang membutuhkan makan. Begitupun juga ia masih ingat untuk berbuat baik kepada tetangga maupun orang lain. Bahkan tidak melupakan dunianya sendiri yakni dua perempat tersebut ia jual untuk memenuhi dunianya dan keluarganya.
Dan pada yang satu tersebut, membelah menjadi beberapa bagian, dan kembali kepada kesempurnaan yang esa.
Dengan demikian, ini merupakan bentuk cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Ia tidak memperioritaskan sesuatu apapun hanya untuk Tuhannya, karena setiap sendi pada dasarnya berperioritas kepada Tuhannya. Inilah hubungan dua dimensi hablum minnas wa hablum minallah.
Lain lagi dengan para politikus, mereka juga membagi kekuasannya menjadi empat bagian. Bagian pertama untuk partai yang mengusungnya, bagian kedua untuk para tim sukses, bagian ketiga untuk pemodal beserta asetnya yakni masa yang memilihnya, dan bagian yang terakhir untuk dirinya. Dan kesemua bagian hanya untuk dunianya.
Kalau begini jadi ingat lagu, "Ingat empat perkara sebelum empat perkara." Ingat sehat sebelum sakit, ingat muda sebelum tua, ingat lapang sebelum sempit, ingat kaya sebelum miskin, dan ingat hidup sebelum matimu.
"Bukan. Itu "Ingat Lima Perkara, sebelum lima perkara," sahut Pak Rt
"Oh..ya, ding," jawab Cungkring.
Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik, "Waahsinuu innallaha yuhibbul muhsiniin."
16/11/2017 | #SulukAsthabil #SulukCungkring